Peribadatan Masa PPKM di Daerah Istimewa Yogyakarta 21 September s.d. 4 Oktober 2021
Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat di Jawa dan Bali, seluruh wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta masuk Level 3 mulai 21 September s.d. 04 Oktober 2021.
Menurut Instruksi Mentri Dalam Negeri ini, tempat ibadah Masjid/Musholla di wilayah PPKM Level 3 (tiga) dapat mengadakan kegiatan peribadatan/keagamaan berjamaah dengan maksimal 50% (lima puluh persen) dari kapasitas atau 50 (lima puluh) orang dengan menerapkan protokol kesehatan.
SE Menag No. 25 Tahun 2021: Ketentuan Peribadatan Masa PPKM Level 4
Terus Terapkan 5M + 1D Selama Masa PPKM
Pemerintah melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri
Nomor 34 Tahun 2021 telah mengeluarkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan
Masyarakat (PPKM) Level 4, Level 3, dan Level 2 Covid-19 di Wilayah Jawa dan
Bali.
Menteri Agama pun mengeluarkan Surat
Edaran Nomor 24 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Peribadatan Masa PPKM
Level 4, Level 3, dan Level 2 di Wilayah Jawa dan Bali.
Di antara ketentuan SE Menteri Agama Nomor 24 Tahun 2021 adalah bahwa tempat ibadah dapat mengadakan kegiatan peribadatan/keagamaan berjamaah/kolektif selama masa penerapan PPKM dengan jumlah jemaah paling banyak 50% (lima puluh persen) dari kapasitas dan paling banyak 50 (lima puluh) orang jemaah dengan menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat.
Peribadatan Masa PPKM Menurut SE Menteri Agama No. 23 Tahun 2021
Sampai saat ini Pandemi Covid-19 Korona belum berakhir. Dalam rangka mencegah dan memutus penyebaran Covid-19, Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 23 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Peribadatan/Keagamaan di Tempat Ibadah pada Masa PPKM Level 4 dan Level 3.
SE Menteri Agama Nomor 23 Tahun 2021 ini memberikan beberapa ketentuan
yang harus dilaksanakan. Yaitu: (1) Ketentuan Tempat Ibadah; (2) Ketentuan
Pengurus dan Pengelola Tempat Ibadah; dan (3) Ketentuan Jemaah.
Secara ringkas ketentuan pelaksanaan peribadatan di tempat ibadah yaitu sebagaimana yang telah disampaikan dalam foto Panflet di bagian depan tulisan ini. Adapun ketentuan selengkapnya yaitu sebagaimana yang diatur dalam SE Menteri Agama Nomor 23 Tahun 2021 di bawah ini.
Baca: SE Menag No. 23 Tahun 2021
Penerbitan SE Nomor 23 Tahun 2021 ini sejatinya juga merupakan salah satu bentuk implementasi ajaran Syariat Islam. Yaitu untuk menjaga jiwa/nyawa, yang menjaga jiwa/nyawa itu merupakan salah satu Maqashid Syariah (Tujuan Syariat Islam).
Penghulu KUA Versus Wali Adhal
Pendahuluan
Ada kejadian perkawinan yang problematik.
Ada seorang wali nikah yang menolak menikahkan anak perempuannya dengan berbagai
alasan yang dianggapnya benar. Anak perempuannya pun kemudian mengajukan sidang
ke Pengadilan Agama mohon diizinkan melangsungkan pernikahan dengan wali hakim
sebab wali nikah ayah kandungnya menolak menikahkan (wali adhal).
Pengadilan Agama setelah melaksanakan sidang, akhirnya mengabulkan dan menetapkan bahwa anak perempuan tersebut dapat melangsungkan pernikahan dengan wali hakim.
Dasar Agama Prokes 5M Plus 1D
Sekarang
ini masih dalam masa PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Pandemi
Covid-19 Korona.
Untuk melindungi diri supaya tidak terpapar virus Covid-19 Korona dan untuk menjaga orang lain supaya tidak terkena virus Covid-19 Korona, serta untuk mencegah bahkan memutus penyebaran virus Covid-19, maka setiap orang harus melaksanakan Protokol Kesehatan (Prokes) 5M plus 1D.
Penerapan SE Menteri Agama tentang Prokes 5 M dan Pembatasan Kegiatan Peribadatan Masa PPKM
Sampai saat ini penyebaran virus Covid-19 belum
melandai. Oleh karena itu, untuk memutus penyebarannya diperlukan kerjasama dan tindakan nyata dari semua pihak
sesuai dengan posisi dan perannya masing-masing.
Kementerian Agama Republik Indonesia telah memberikan pedoman dan ketentuan tentang Penerapan Protokol Kesehatan 5 M Plus 1 D dan Pembatasan Kegiatan Peribadatan/Keagamaan di Tempat Ibadah pada masa PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) sebagaimana SE (Surat Edaran) Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2021.
Ketentuan Peribadatan dan Idul Adha 1442 H Masa PPKM Darurat
Saat ini
penyebaran Corona Virus Isease 2019 mengalami peningkatan dengan munculnya varian
baru yang lebih berbahaya dan menular. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pembatasan kegiatan dan penerapan protokol kesehatan secara ketat.
Untuk melakukan pembatasan kegiatan dan penerapan protokol kesehatan secara ketat tersebut, Menteri Agama mengeluarkan Surat Edaran Menteri Agama tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Malam Takbiran, Shalat Idul Adha, dan Pelaksanaan Qurban Tahun 1442 H/2021 M di wilayah PPKM Darurat Nomor 17 Tahun 2021 Tanggal 02 Juli 2021.
Surat Edaran Menteri Agama tersebut diterbitkan dalam rangka mencegah dan memutus rantai penyebaran Corona Virus isease 2019 (Covid-19) serta untuk memberikan rasa aman masyarakat dalam penyelenggaraan Malam Takbiran, Shalat Idul Adha, dan Pelaksanaan Qurban Tahun 1442 H/2021 M.
Diharapkan Surat Edaran Menteri Agama ini dijadikan sebagai panduan bagi pihak-pihak terkait. Ruang lingkup Surat Edaran tersebut meliputi berbagai kegiatan ibadah sesuai syariah dalam penyelenggaraan Malam Takbiran, Shalat Idul Adha, dan Pelaksanaan Qurban Tahun 1442 H/2021 M.
Ketentuan yang diatur dalam Surat Edaran Menteri Agama adalah sebagai berikut:
- Peribadatan di tempat ibadah untuk sementara ditiadakan. Kegiatan peribadatan dilakukan di rumah masing-masing.
- Malam Takbiran dan Shalat Idul Adha di masjid/mushalla ditiadakan. Takbir dan shalat Idul Adha dilaksanakan di rumah masing-masing.
- Penyembelihan, pengelolaan, dan pembagian daging Kurban dilaksanakan pada tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah 1442 H dengan penerapan Protokol Kesehatan Aman Covid-19 Korona secara ketat.
Penerapan ketentuan Peribadatan di tempat ibadah dan hari raya Idul Adha ini diatur dalam Surat Edaran Menteri Agama Republik Indonesia dan Surat Edaran Bupati Sleman berikut di bawah ini.
- Surat Edaran Menteri Agama No. 17 Tahun 2021 ttg Peribadatan di Tempat Ibadah danHari Raya Idul Adha 1442 H/2021 M.
- Instruksi Bupati Sleman No. 17/Instr/2021 ttg PPKM di Kab. Sleman.
- Instruksi Bupati Sleman No. 18/Instr/2021 ttg Perubahan PPKM di Kab. Sleman.
- Surat Edaran Bupati Sleman No. 451/01900 ttg Penyelenggaraan Hari Raya Idul Adha dan Ibadah Qurban.
Demikian ketentuan dan petunjuk teknis peribadatan di tempat ibadah dan pelaksanaan hari raya Idul Adha 1442 H/2021 M pada masa PPKM Darurat di Indonesia pada umumnya dan di Kabupaten Sleman khususnya untuk dipedomani.
Ketentuan Layanan Nikah di KUA Masa PPKM
Demikian ketentuan Layanan Pernikahan di Kantor Urusan Agama Kecamatan pada masa PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat).
Di Mana Posisi KUA dalam Peristiwa Perceraian?
Oleh: Eko
Mardiono
Peristiwa
perceraian bagi seorang penduduk merupakan salah satu peristiwa penting. Menurut
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, peristiwa
penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian,
lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan
anak, perubahan nama, dan perubahan status kewarganegaraan (Pasal 1 ayat 17).
Dengan demikian, perceraian merupakan salah satu peristiwa penting yang harus didaftarkan dan dicatat dalam administrasi kependudukan. Peristiwa penting kependudukan tersebut harus dilaporkan oleh penduduk yang bersangkutan dan kemudian didaftar dan dicatat oleh Instansi Pemerintah yang berwenang.
Solusi Status Pernikahan Tidak Tercatat
Oleh: Eko Mardiono
Di kalangan masyarakat, masih banyak pernikahan yang belum
tercatat. Misalnya di Kota Yogyakarta, pernikahan yang tidak tercatat sebesar
23 persen dari penduduk yang menikah. Padahal untuk kepentingan tertentu
seperti turun waris, diperlukan pernikahan yang tercatat.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dindukcapil) Kota Yogyakarta pun melakukan pendataan warga masyarakat yang statusnya menikah namun belum tercatat. Pendataan layaknya sensus tersebut dilakukan dengan membagikan form untuk diisi secara mandiri oleh warga masyarakat melalui google form (KR 19/02/2021).
KUA Kapanewon Apa KUA Kecamatan?
Oleh: Eko Mardiono
Sekarang ini di Daerah Istimewa Yogyakarta banyak pihak yang menyebut KUA Kecamatan dengan KUA Kapanewon. Tidak lagi menyebut dengan KUA Kecamatan seperti waktu-waktu sebelumnya.
Penyebutan KUA Kapanewon tersebut dilakukan setelah ada Peraturan Gubernur DIY Nomor 25 Tahun 2019 tentang Pedoman Kelembagaan Urusan Keistimewaan dan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Sleman.
Misalnya seperti yang tertulis dalam spanduk Hari Amal Bakti Ke-75 Kementerian Agama RI di atas.
Dalam Peraturan Gubernur DIY dan Peraturan Bupati Sleman tersebut, Kecamatan memang diubah menjadi Kapanewon atau Kemantren.