Oleh: Eko Mardiono
Di kalangan masyarakat, masih banyak pernikahan yang belum
tercatat. Misalnya di Kota Yogyakarta, pernikahan yang tidak tercatat sebesar
23 persen dari penduduk yang menikah. Padahal untuk kepentingan tertentu
seperti turun waris, diperlukan pernikahan yang tercatat.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dindukcapil) Kota Yogyakarta pun melakukan pendataan warga masyarakat yang statusnya menikah namun belum tercatat. Pendataan layaknya sensus tersebut dilakukan dengan membagikan form untuk diisi secara mandiri oleh warga masyarakat melalui google form (KR 19/02/2021).
Baca: PernikahanBelum Tercatat Kota Yogyakarta
Mengapa sampai ada suami istri yang berstatus kawin tidak
tercatat? Apa penyebabnya dan bagaimana solusinya supaya pernikahannya sah dan tercatat menurut agama dan negara, serta anak yang dilahirkan memiliki akta kelahiran?
Yang dimaksud pernikahan tidak tercatat di sini adalah
pernikahan seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang dalam KTP (Kartu
Tanda Penduduk) dan KK (Kartu Keluarga)nya serta dalam Sistem Administrasi
Kependudukan (SIAK) tertulis status kawin tidak tercatat.
Menurut hemat penulis, status kawin tidak tercatat sampai
terjadi bisa jadi karena suami dan istri yang bersangkutan tidak melampirkan
fotokopi Buku Nikah/Kutipan Akta Perkawinan saat melakukan perubahan status
perkawinannya. Jadi, mereka berstatus kawin tidak tercatat lantaran tidak
melampirkan fotokopi Buku Nikah/Kutipan Akta Perkawinan.
Oleh karena "suami istri" sudah “terlanjur"
tertulis berstatus kawin dalam KTP dan KK, maka dalam rangka percepatan
kepemilikan akta kelahiran bagi anak, suami dan istri yang bersangkutan membuat SPTJM (Surat Pernyataan Tanggung Jawan Mutlak)
kebenaran sebagai pasangan suami isteri.
Dengan SPTJM ini, pasangan suami istri yang bersangkutan
akhirnya berstatus kawin tidak tercatat. Hal ini sebagaimana diatur dalam
Permendagri Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Peningkatan Cakupan
Kepemilikan Akta Kelahiran.
Permendagri Nomor 9 Tahun 2016 ini menetapkan, bahwa dalam
hal persyaratan yang berupa akta nikah/kutipan akta perkawinan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b tidak terpenuhi, maka pemohon
melampirkan SPTJM kebenaran sebagai pasangan suami isteri (Pasal 4 ayat 2).
SPTJM ini merupakan pernyataan yang dibuat oleh
orang tua kandung/wali/pemohon dengan tanggung jawab penuh atas status hubungan
perkawinan seseorang, dengan diketahui 2 (dua) orang saksi (Pasal 4 ayat 2).
Baca: Permendagri Nomor 9 Tahun 2016.
Seperti dikemukakan di depan, pernikahan yang belum
tercatat akan terkait erat dengan kepentingan-kepentingan tertentu, misalnya
turun waris.
Bagi saya penulis yang berprofesi sebagai penghulu KUA
Kecamatan, pernikahan belum tercatat tersebut juga akan terkait erat dengan hak
kewalian nikah seorang anak perempuan dari ayah kandungnya, yang pada akhirnya
berpengaruh pula pada keabsahan pernikahan anak perempuannya itu.
Dalam masalah ini menurut hemat penulis, ada beberapa
langkah yang dapat ditempuh, yaitu:
Pertama:
Dilakukan pendataan warga masyarakat yang berstatus kawin tidak tercatat,
seperti yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kota Yogyakarta.
Namun, pendataan ini harus sekaligus diikuti dengan
pendataan sebab-sebab tidak dilampirkannya fotokopi Buku Nikah/Kutipan Akta
Perkawinan saat melakukan perubahan status perkawinan dalam KTP dan KK.
Dilakukan pendataan penyebab tidak melampirkan fotokopi buku
nikah/akta perkawinan, apakah karena Buku Nikah/Kutipan Akta Perkawinannya
hilang/rusak ataukah karena mereka baru menikah menurut agama dan tidak melaporkan/mencatatkan
ke instansi Pemerintah yang berwenang atau bahkan apakah karena mereka memang
tidak pernah melangsungkan pernikahan (akad nikah).
Kedua:
Pasangan suami istri yang dalam KTP dan KK sudah “terlanjur” tertulis berstatus
kawin namun tidak tercatat memang dapat cukup membuat SPTJM kebenaran
sebagai pasangan suami isteri. Namun tidak hanya berhenti pada pembuatan SPTJM,
tetapi harus dilanjutkan ke identifikasi penyebab dan solusi atas terjadinya
status kawin tidak tercatat.
Ketiga: Suami
istri yang berstatus kawin tidak tercatat dianjurkan untuk mencari duplikat
buku nikah/Kutipan Akta Perkawinan ke Instansi Pemerintah yang berwenang
apabila sebabnya adalah karena Buku Nikah/Akta Perkawinannya hilang/rusak.
Kemudian data duplikat buku nikah/akta perkawinan itu dimasukkan ke dalam SIAK (Sinstem Informasi Administrasi Kependudukan). Mereka
pun menjadi berstatus kawin tercatat dalam KTP dan KK.
Pencarian duplikat buku nikah/kutipan akta perkawinan diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan (Pasal 39 PMA No. 20
Tahun 2019 ttg Pencatatan Perkawinan).
Keempat:
Pasangan suami istri yang berstatus kawin tidak tercatat supaya mengajukan
permohonan isbat nikah (penetapan perkawinan) ke Pengadilan Agama bagi yang
beragama Islam apabila mereka baru melangsungkan pernikahan menurut hukum agama
Islam (nikah sirri).
Kemudian bagi yang beragama selain Islam, diarahkan supaya
melaporkan perkawinannya yang telah dilaksanakan menurut ketentuan hukum
agamanya ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota.
Permohonan isbat nikah (penetapan perkawinan) ini pun
diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan (Pasal 36 UU Nomor 23 Tahun
2006 ttg Administrasi Kependudukan dan Pasal 25 PMA No. 20 Tahun 2019 ttg
Pencatatan Perkawinan).
Kelima:
Sepasang lelaki perempuan yang berstatus kawin tidak tercatat diarahkan untuk
melangsungkan pernikahan (akad nikah) baru apabila ternyata mereka memang tidak
pernah melangsungkan pernikahan (akad nikah).
UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menegaskan bahwa
perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya
dan kepercayaannya itu dan tiap-tiap perkawinan dicatat (Pasal 1).
Oleh karena itu, apabila ternyata ada sepasang lelaki
perempuan yang memang tidak pernah melangsungkan pernikahan, maka mereka
diharuskan melakukan pernikahan (akad nikah) baru supaya pernikahannya sah.
Hal ini memang akan berakibat pada anak-anak yang telah
dilahirkan. Anak-anak yang telah dilahirkan ini akan berstatus sebagai anak seorang
ibu. Walaupun demikian, mereka tetap dapat mempunyai akta kelahiran
meski hanya anak seorang ibu.
Anak seorang ibu ini pun sebenarnya tetap dapat diupayakan
untuk dilindungi hak-haknya, misalnya dijadikan sebagai anak angkat
(adopsi) oleh ayah biologisnya itu (Pasal 47 UU No. 23 Tahun 2006).
Anak angkat (hadhanah) ini juga akan mendapatkan hak kewarisan dari ayah
angkatya itu melalui wasiat wajibah.
Wasiat wajibah itu
merupakan ketentuan kewarisan Islam, bahwa anak angkat akan tetap mendapatkan bagian
warisan dari ayah angkatnya yang telah meninggal dunia walaupun ayah angkatnya
itu tidak berwasiat (Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam Inpres No. 1 Tahun 1991).
Menurut hemat penulis, kelima langkah solusi di atas
merupakan langkah-langkah solusi yang proporsional dan sesuai dengan ketentuan
yuridis formal, serta tetap dalam kerangka percepatan peningkatan kepemilikan
akta kelahiran bagi anak.
Kelima langkah tersebut yaitu: Pertama membuat
SPTJM kebenaran sebagai pasangan suami isteri yang sekaligus
mengidentifikasi penyebab berstatus kawin tidak tercatat.
Kedua mencari
solusi yang proporsional dan tepat, yaitu mencari duplikat apabila buku nikah/duplikat
kutipan akta perkawinan hilang/rusak, mengajukan isbat nikah (penetapan
perkawinan) ke Pengadilan apabila baru melangsungkan pernikahan menurut hukum
agama (nikah sirri).
Ketiga menempuh
langkah terakhir, yaitu melangsungkan pernikahan (akad nikah) baru karena
memang mereka sebelumnya tidak pernah melangsungkan pernikahan
(akad nikah), sehingga pernikahannya menjadi sah dan tercatat. Yaitu sah menurut
hukum agama dan tercatat dalam administrasi negara.
Demikian solusi yang penulis sampaikan bagi pasangan suami
istri yang berstatus kawin tidak tercatat.
Dengan solusi ini, pasangan suami istri yang semula berstatus
kawin tidak tercatat menjadi berstatus kawin tercatat. Pernikahannya juga sah menurut hukum agama.
Anak-anak yang dilahirkannya juga dapat memiliki akta kelahiran sebagaimana program Pemerintah Percepatan Peningkatan Cakupan Kepemilikan Akta Kelahiran bagi anak. Waalahu a’lam bish shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan memberikan komentar di kolom ini. Atas masukan dan kritik konstruktifnya, saya ucapkan banyak terimakasih