• Keputusan Revolusioner MK Status Anak di Luar Nikah

    Mahkamah Konstitusi membuat keputusan revolusioner bahwa anak yang lahir di luar perkawinan yang sah mempunyai hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya guna melindungi hak-hak anak yang dilahirkan dan membebani tanggung jawab ayah biologis yang bersangkutan.

  • Revisi UU Perkawinan dan Perlindungan Hak Anak

    UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah direvisi dengan UU Nomor 16 Tahun 2019 bahwa usia paling rendah seseorang dapat melangsungkan perkawinan adalah 19 (sembilan belas) tahun, baik bagi laki-laki ataupun perempuan.

  • Daftar Nikah di KUA Secara Online Pakai HP

    Sekarang ini calon pengantin dapat daftar nikah secara online pakai HP, kemudian datang ke KUA untuk validasi syarat nikah dan persetujuan waktu akad nikah.

  • Istithaah Kesehatan Jemaah Haji

    Syarat beribadah haji adalah Islam, baligh, berakal, dan istithaah. Syarat Istithaah juga meliputi istithaah menurut standar kesehatan sebagaimana Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2016 tentang Istithaah Kesehatan Jemaah Haji.

  • Ketentuan Kegiatan Peribadatan Masa PPKM Level 4 (Empat)

    Tempat ibadah di kabupaten/kota wilayah Jawa dan Bali dengan kriteria level 4 (empat) dan level 3 (tiga) dapat melaksanakan kegiatan peribadatan/keagamaan berjamaah selama masa penerapan PPKM.

  • Upacara Hari Jadi Kabupaten Sleman

    Warga masyarakat Kabupaten Sleman memperingati Hari Jadi Kabupaten Sleman. Upacara Peringatannya dilaksanakan menurut adat budaya Jawa. Semua peraga upacara berpakaian dan berbahasa Jawa.

  • Pelaksanaan Akad Nikah Masa New Normal Covid-19

    Pada masa New Normal (Tatanan Normal Baru) Pandemi Covid-19 Korona, akad nikah dapat dilaksanakan di Balai Nikah KUA ataupun di luar Balai Nikah KUA Kecamatan dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi.

  • Public Hearing Standar Pelayanan Publik KUA

    UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mengamanatkan bahwa Instansi Pemerintah, termasuk KUA Kecamatan, sebagai penyedia layanan harus menetapkan Standar Pelayanan Publik.

  • Syarat dan Alur Pencatatan Perkawinan

    Setiap perkawinan dicatatkan. Syarat dan prosedur pencatatannya sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan.

  • Praktik Kerja Mahasiswa UIN SUKA di KUA

    Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta melaksanakan praktik kerja lapangan di Kantor Urusan Agama,supaya mahasiswa dapat mengelaborasikan antara teori dan praktik bidang hukum keluarga Islam.

Praktik Hukum dan Magang Mahasiswa FIAI UII di KUA

Eko Mardiono Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Turi Kabupaten Sleman menerima penyerahan mahasiswa Program Studi Ahwal Syakhsyiyyah Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) UII Yogyakarta untuk melaksanakan praktik hukum dan magang di KUA Kecamatan setempat pada Senin, 30 September 2019.

Dosen Pembimbing Akademik Praktik Hukum dan Magang, Erni Dewi Riyanti, S.S., M.Hum., setelah menyerahkan para mahasiswanya menyampaikan bahwa, Praktik Hukum ini merupakan model pembelajaran yang menitikberatkan pada pelatihan keterampilan peserta didik dalam bidang profesi hukum.

Adapun Magang merupakan salah satu matakuliah wajib dalam bentuk keterampilan kerja sesuai dengan kompetensi mahasiswa Ahwal Syakhsyiyyah. Model pelaksanaan magangnya pun lebih menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan di kantor.

Magang dijadikan sebagai bekal keterampilan kerja dan administrasi hukum bagi mahasiswa dalam rangka mewujudkan alumni yang terampil di bidang keahliannya secara profesional.

Praktik Hukum dan Magang di KUA Kecamatan Turi semester ini terdiri dari 10 mahasiswa yang dibagi menjadi dua gelombang. Gelombang pertama mulai 30 September 2019 s.d. 11 Oktober 2019 dan gelombang kedua mulai 14 s.d. 25 Oktober 2019, demikian Erni Dewi Riyanti.

Sementara itu, Kepala KUA Kecamatan Turi, Eko Mardiono, S.Ag., MSI., dalam Kata Sambutannya menanggapi, menerima, dan mengucapkan terimakasih atas dijadikannya KUA Kecamatan Turi sebagai salah satu KUA Kecamatan tempat Praktik Hukum dan Magang Mahasiswa Program Studi Ahwal Syakhsyiyyah FIAI UII Yogyakarta.

Sebagai pembekalan awal bagi para mahasiswa dalam praktik hukum dan magang, Eko Mardiono pada kesempatan itu langsung memberikan materi tentang kedudukan, tugas, dan fungsi KUA Kecamatan.

Menurut PMA Nomor 34 Tahun 2016, KUA Kecamatan adalah Unit Pelaksana Teknis pada Kementerian Agama, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan secara operasional dibina oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kotamadya.

KUA Kecamatan berkedudukan di Kecamatan dan dipimpin oleh Kepala. KUA Kecamatan mempunyai tugas melaksanakan layanan dan bimbingan masyarakat Islam di wilayah kerjanya, yaitu di kecamatan.

Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, KUA Kecamatan menyelenggarakan beberapa fungsi. Yaitu: (1) Pelaksanaan pengawasan, pencatatan, dan pelaporan nikah dan rujuk; (2) Penyusunan statistik layanan dan bimbingan masyarakat Islam; (3) Pengelolaan dokumentasi dan sistem informasi manajeman KUA.

(4) Pelayanan bimbingan keluarga sakinah; (5) Pelayanan bimbingan kemasjidan; (6) Pelayanan bimbingan hisab rukyat dan pembinaan Syariah; (7) Pelayanan bimbingan zakat dan wakaf; dan (8) Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan KUA Kecamatan.

Selain itu, KUA Kecamatan juga melaksanakan fungsi layanan Bimbingan Manasik Haji Tingkat Kecamatan bagi para jemaah haji yang akan berangkat ibadah haji pada tahun berjalan.

Selama praktik hukum dan magang di KUA Kecamatan Turi, para mahasiswa akan mendapatkan bimbingan dan Pembimbing Praktik, baik bimbingan di ruang kerja layanan kantor ataupun bimbingan di ruang klasikal guna membahas dan mendiskusikan berbagai persoalan layanan kantor yang dihadap, terutama problematika penerapana hukum di KUA Kecamatan, demikian Eko Mardiono.

Share:

Revisi UU Perkawinan dan Perlindungan Hak-hak Anak

Oleh: Eko Mardiono

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sudah direvisi oleh DPR sebagaimana amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-XV/2017.

MK memutuskan batas minimum perkawinan dalam UU Perkawinan Pasal 7 ayat (1) supaya direvisi dan memberi tenggat waktu tiga tahun kepada DPR untuk melakukan perubahan.

Revisi UU Perkawinan ini ditetapkan dengan UU Nomor: 16 Tahun 2019 tentang Perubahan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan menetapkan, perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. DPR pun merevisi dan mengesahkan batas minimum usia perkawinan 19 tahun bagi pria dan wanita. 

Efektifkah upaya pendewasaan usia perkawinan dengan hanya menaikkan usia minimum perkawinan bagi wanita dari 16 tahun menjadi 19 tahun tanpa menghapus Pasal 7 ayat (2) yang memberikan dispensasi perkawinan di bawah umur dengan izin Pengadilan? 

Sangat menarik tulisan Ghufron Su’udi yang berjudul, “Sudah Cukupkah Revisi UU Perkawinan?” Ghufron menegaskan, walaupun sudah ada revisi UU Perkawinan namun perkawinan anak akan tetap berlangsung dan upaya pendewasaan usia perkawinan hanya menjadi angan-angan semata.

Hal itu karena, menurut Ghufron, Pasal 7 ayat (2) UU Perkawinan yang memberikan peluang adanya pengecualian perkawinan di bawah umur tidak sekalian direvisi. Dengan hanya merevisi Pasal 7 ayat (1), maka permohonan dispensasi perkawinan di bawah umur akan semakin meningkat, demikian Ghufron (KR, 24/09/2019).

Betulkah demikian? Haruskah Pasal 7 ayat (2) UU Perkawinan yang memberikan peluang perkawinan di bawah umur dengan dispensasi Pengadilan harus dihapus? Saya mempunyai pendapat yang berbeda.

Secara teoretis, Undang-undang yang mengatur usia minimum perkawinan ada tiga kategori, yaitu: (1) Undang-undang yang lebih menjamin hak-hak, yakni yang menetapkan usia 18 tahun sebagai usia minimum perkawinan, baik untuk laki-laki maupun perempuan;

(2) Undang-undang yang dapat digunakan untuk melindungi hak-hak, yakni yang memperbolehkan pengecualian terhadap usia minimum 18 tahun tanpa batasan, tetapi mengharuskan adanya izin orangtua untuk perkawinan di bawah usia 21 tahun; dan

(3) Undang-undang yang diskriminatif, yaitu yang menetapkan usia di bawah 15 tahun sebagai usia minimum perkawinan, atau menetapkan pubertas sebagai ukuran kapasitas untuk menikah, atau tidak menentukan usia minimum perkawinan (WLUML London, Mengenali. 2007, hlm. 67).

Berdasarkan Tiga kategori di atas, maka revisi UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan itu masuk kategori kedua. Yaitu, kategori Undang-undang yang dapat digunakan untuk melindungi hak-hak, yakni Undang-undang yang memperbolehkan pengecualian terhadap usia minimum 18 tahun tanpa batasan, tetapi mengharuskan izin orangtua untuk perkawinan di bawah usia 21 tahun.

Usia minimum hasil revisi UU Perkawinan ini pun, yakni 19 tahun bagi pria dan wanita, memang harus tetap mendapatkan izin kedua orang tuanya bagi mereka yang belum mencapai umur 21 tahun (Pasal 6 ayat 2 UU Perkawinan).

Jadi, hasil revisi UU Perkawinan ini termasuk kategori kedua, kategori Undang-undang yang dapat digunakan untuk melindungi hak-hak, tetapi tetap memperbolehkan pengecualian terhadap usia minimun perkawinan. 

Pertanyaannya sekarang, mungkinkah revisi UU Perkawinan ditetapkan tanpa pengecualian atas batas minimum perkawinannya 19 tahun bagi pria dan wanita?, sehingga masuk kategori pertama, yaitu Undang-undang yang lebih menjamin hak-hak?

Perihal ini harus dilihat dari berbagai aspeknya. Saya (penulis) saat bertugas di KUA Kecamatan selama 23 tahun lebih mendapati, bahwa hampir semua perkawinan di bawah umur terjadi karena hamil pranikah akibat pergaulan bebas.

Oleh karena itu, apabila pengecualian perkawinan di bawah umur dengan dispensasi Pengadilan dihapus, lantas bagaimana status dan nasib anak yang masih dalam kandungan?

Akankah anak dalam kandungan tersebut lahir sebagai anak seorang ibu, tanpa mempunyai bapak kandung yang sah? Bagaimana dampak psikis dan sosial ekonomi bagi anak yang lahir tanpa mempunyai bapak sah itu?

Menurut pengalaman penulis yang sekarang ini sebagai Penghulu Ahli Madya, bahwa anak seorang ibu yang tidak mempunyai ayah sah menjadi terisak menangis tatkala berikrar dan bermohon supaya dinikahkan dengan wali hakim sebab tidak mempunyai wali nasab ayah kandung.

Memang Kitab Undang-undang Hukum Perdata membuka peluang Pengesahan Anak (Pasal 272) dan Pengakuan Anak (Pasal 280) serta dapat mempunyai hubungan perdata dengan ayah biologisnya (Putusan MK No. 46-PUU-VIII-2010).

Namun, dalam Akte Kelahiran anak tersebut tetap tertulis sebagai anak seorang ibu yang tidak mempunyai ayah sah. Hal itu akan berdampak terhadap perkembangan psikis dan sosial ekonomi anak yang bersangkutan.

Dengan demikian menurut hemat penulis, revisi UU Perkawinan untuk saat ini tidak harus menghapus pasal pengecualian perkawinan di bawah umur dengan dispensasi Pengadilan.

Untuk mencegah terjadinya perkawinan di bawah umur, justru diawali dengan gerakan kegiatan pendewasaan usia perkawinan dan gerakan peningkatan mental spiritual keagamaan bagi remaja dan pemuda, sehingga mereka terhindar dari hamil pranikah. Pernikahan di bawah umur pun dapat terhindari.

Kalaupun seandainya ada permohoan izin perkawinan di bawah umur bukan karena hamil pranikah, maka hakim Pengadilan Agama akan menjadi leluasa dalam memutuskan permohonan perkawinan di bawah umur tersebut karena tiadanya janin dalam kandungan yang juga harus dilindungi hak-haknya.

Demikian, semoga bermanfaat.
Share:

Pelatihan Baca Kitab Kuning bagi Para Santri

Forum Silaturrahim Pondok Pesantren (FORSIPP) Kabupaten Sleman menyelenggarakan Pelatihan Baca Kitab Kuning bagi para santri pada Ahad, 22 September 2019 di Pondok Pesantren Al-Mubarak Kendal, Bangunkerto, Turi, Sleman.

Kyai Muhammad Arifulhaq, S.Pd.I., ketua FORSIPP yang sekaligus sebagai pimpinan dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Mubarak menyampaikan, Pelatihan Baca Kitab Kuning FORSIPP ini dilaksanakan atas kerja sama dengan Bagian Kesra Pemerintah Kabupaten Sleman dengan memakai Metode 5 & 6 Langkah. Yaitu Lima Langkah Ilmu Nahwu dan Enam Langkah Ilmu Shorof.

Metode 5 & 6 Langkah ini merupakan terobosan terbaru yang mengintegrasikan Ilmu Nahwu dan Shorof dalam satu paket pengajaran, yang memungkinkan seorang Santri Pemula atau Lanjutan dapat paham serta dapat mengaplikasikan Ilmu Nahwu dan Shorof dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Menurut Kyai Arifulhaq, Nahwu adalah kaidah-kaidah untuk mengetahui bentuk-bentuk kata bahasa Arab dan keadaannya, baik dari segi I’rab (perubahan pada akhir kata) maupun mabni (kata yang tetap akhirnya).

Sedangkan Shorof adalah ilmu tentang perubahan kata dari asal katanya ke bentuk-bentuk lainnya dengan makna yang dikehendaki.

Metode Lima Langkah Ilmu Nahwu tersebut membahas tentang: (1) Kalam, (2) I’rab, (3) Marfu’at (Isim-isim yang dirafa’kan), (4) Mansubat (Isim-isim yang dinashabkan), dan (5) Mahfudzat (Isim-isim yang dijarkan).

Sedangkan Metode Enam Langkah Ilmu Shorof membahas tengang: (1) Definisi Ilmu Shorof, (2) Bina’, (3) Shighot, (4) Wazan dan Mauzun, (5) Muthabaqah, dan (6) I’lal.

Kyai Arifulhaq juga menyampaikan, ilmu yang diajarkan di pesantren itu meliputi Iman, Islam, dan Ihsan sebagaimana yang tergambarkan dalam sabda Nabi Muhammad SAW hadits riwayat Imam Muslim dari sahabat Umar bin Khattab.

Diharapkan dengan kemampuan membaca Kitab Kuning, nantinya para santri mampu menggali khazanah ilmu dari kitab-kitab klasik yang disusun oleh para alim ulama terdahulu dalam memahami tentang iman, Islam, dan ihsan.

Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Turi, Eko Mardiono, S.Ag., MSI., dalam Kata Sambutannya sangat mengapresiasi Pelatihan Baca Kitab Kuning yang diselenggarakan oleh FORSIPP kerja sama dengan Bagian Kesra Pemkab. Kabupaten Sleman. 

 

Kepala KUA yang baru beberapa saat berpindah tugas ke KUA Kecamatan Turi ini juga mendorong para santri untuk bersemangat dalam mengikuti Pelatihan Baca Kitab Kuning. Hal itu karena para santri nantinya akan memperoleh manfaat yang sangat banyak.

Di antaranya, para santri nantinya akan mampu menggali khazanah ilmu agama dari berbagai Kitab Kuning yang telah disusun oleh para ulama terdahulu. Wawasan keagamaannya pun menjadi semakin luas dan mendalam.

Selain itu, para santri nantinya juga akan mampu berkompetisi dalam berbagai perlombaan (musabaqah). Era sekarang ini ada perlombaan Musabaqah Qira’atil Kutub yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia.

Ada Musabaqah Tilawatil Qur’an cabang Musabaqah Tafsiril Qur’an berbahasa Arab di samping cabang lain berbahasa Indonesia dan Inggris. Di lingkungan para Penghulu KUA Kecamatan pun juga ada lomba Musabaqah Bahtsul Kutub.

Oleh karenanya, sangatlah besar manfaatnya yang akan diperoleh para santri apabila mampu membaca Kitab Kuning dengan baik.

Kepala KUA Kecamatan Turi ini juga mengapresiasi metode pembelajaran yang dikembangkan oleh Pondok Pesantren Al-Mubarak dengan Motode 5 & 6 Langkah. Yaitu sebuah metode langkah cepat dan tepat untuk menguasai Ilmu Nahwu dan Shorof.

Metode 5 & 6 Langkah ini pun tentunya menyempurnakan metode-metode yang telah dikembangkan oleh ulama-ulama terdahulu.

Ulama atau Kyai terdahulu misalnya dalam memaknai sebuah kata ke dalam bahasa Jawa dengan awalan kata utawi, maka kata itu berkedudukan mubtada’ (subjek kalimat).

Memaknainya dengan awalan kata iku, maka kata itu berkedudukan sebagai khabar (predikat kalimat). Memaknainya dengan awalan kata ing, maka kata itu berkedudukan maf’ul bih (objek kalimat).

Awalan kata Apane berarti berkedudukan tamyiz. Awalan kata Sapa berarti fa’il (pelaku), begitu juga seterusnya.

Contohnya misalnya kalimat الحمد لله رب العالمين (al-Hamdu lillahi Rabbil alamin). Memaknainya dengan, al-Hamdu utawi sekabihane puji, iku lillahi kagungane Allah, Rabbi kang mangerani, al-Alamin sekabihane alam.

Kata al-Hamdu diawali dengan kata utawi, maka al-Hamdu berkedudukan sebagai mubtada' yang berarti harus dibaca marfu'. Oleh karena al-Hamdu itu mufrad (tunggal), maka tanda marfu'-nya adalah dhammah.
Kemudian, kata lillahi diawali dengan kata iku, maka kata lillahi itu berkedudukan sebagai khabar. Tetapi oleh karena di depan kata lillahi ada huruf jar-nya, maka dibaca majrur

 Lalu, karena mufrad, maka alamat majrur-nya adalah kasrah. Jadi dibaca kasrah, sehingga bacanya lillahi. Begitu seterusnya.

Demikian, para peserta pelatihan, selamat mengikuti Pelatihan Baca Kitab Kuning, semoga berhasil guna dan berdaya guna, demikian Eko Mardiono mengakhiri Kata Sambutannya. (Dion)

Share:

Sore Hari di Tunggularum Kampung Sejahtera Program CWCD

Pada sore hari Rabu, 04 September 2019 Eko Mardiono, S.Ag., MSI., Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Turi yang baru, berjalan-jalan sore untuk mengenal wilayah tempat tugas barunya.

Sebelum bertugas di KUA Kecamatan Turi, Eko Mardiono bertugas di KUA Kecamatan Depok Kabupaten Sleman yang peristiwa pernikahannya sangat tinggi. Masyarakatnya heterogen dan permasalahannya cukup kompleks.

Sedangkan KUA Kecamatan Turi, peristiwa pernikahannya tidak begitu banyak. Masyarakatnya cukup homogen dan lokasinya berada di lereng gunung Merapi yang hawanya teduh dan sangat sejuk.

Dalam jalan-jalan sore ini, lokasi yang dituju oleh Pindahan Kepala KUA Kecamatan Depok ini adalah padukuhan Tunggularum Desa Wonokerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman.

Tunggularum berada di lereng gunung Merapi pada ketinggian 805,9 dpl (di atas permukaan laut). Berlokasi di 7'' 35’ 56,00” LS dan 110'' 23’ 46,30” BT. 

Hawanya memang terasa sangat sejuk. Pohon-pohonannya rindang dan menjulang tinggi. Warga masyarakatnya pun kelihatan tenang, nyaman, dan ramah.

Padukuhan Tunggularum akan ditetapkan sebagai “Kampung Sejahtera” Program ZWCD (Zakat Wakaf Community Development) oleh Kementerian Agama RI dan BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional).

Program ZWCD ini mempunyai beberapa tujuan. Pertama: Mewujudkan “Kampung Sejahtera” melalui sinergi Pemerintah, Organisasi Pengelola Zakat dan Wakaf, Organisasi Kemasyarakatan Islam, dan tokoh masyarakat.

Kedua: Mewujudkan kemajuan masyarakat dalam bidang agama, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan sosial. Ketiga: Menumbuhkan semangat gotong royong yang dilandasi saling asah, asih, dan asuh.

Keempat: Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam penunaian amaliyah agama Islam, khususnya amaliyah zakat, infak, shadaqah, dan wakaf.

Program ZWCD di Padukuhan Tunggularum tersebut diwujudkan dalam bentuk bantuan pengembangan hewan ternak kambing domba kepada kelompok ternak Ngudi Rizki padukuhan setempat.

Bantuannya berupa penyediaan tempat usaha ternak, pembuatan kandang, pengadaan kambing, pelatihan dan pendampingan pemeliharaan kambing, pengolahan limbah, dan pengolahan/penjualan hasil produksi.

Selain kegiatan “Kampung Sejahtera” di Tunggularum, program ZWCD juga dilaksanakan dalam bentuk lain.

Yaitu dalam bentuk pengembangan tanah wakaf Masjid Al-Iman Padukuhan Tepan Desa Bangunkerto Kecamatan Turi. Di lokasi tanah wakaf masjid tersebut akan dibangun Toko ZMART (Zakat Mart).

Dengan Toko ZMART diharapkan kebutuhan sehari-hari jamaah masjid setempat dapat terpenuhi oleh usaha jamaah itu sendiri, sehingga berkembanglah produktifitas ekonomi jamaah masjid yang bersangkutan.

Program ZWCD Toko ZMART diwujudkan dalam bentuk pembangunan gedung Toko ZMART, pemberian kupon (voucer) belanja bagi fakir miskin dan kaum dhuafa’, penguatan modal usaha ZMART, dan pendampingan pengelolaan usaha ZMART.

Dengan dilaksanakannya program ZWCD “Kampung Sejahtera” di Tunggularum Desa Wonokerto dan Toko ZMART Masjid Al-Iman di Tepan Desa Bangunkerto diharapkan akan tertanamkan nilai-nilai luhur pada masyarakat.

Yaitu: Pertama: Nilai religi, yakni tertanamkan nilai-nilai ke-Islaman, sehingga terwujud masyarakat yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Kedua: Nilai kecerdasan, yakni terbentuknya insan manusia yang beretika dan berbudaya.

Ketiga: Nilai ekonomi, yakni tergeraknya perekonomian umat berbasiskan zakat, infak, shadaqah, dan wakaf; dan Keempat: Nilai sosial, yakni meningkatnya kepedulian masyarakat yang guyub rukun dan penuh rasa gotong royong.

Eko Mardiono, Kepala KUA Kecamatan Turi, menyampaikan bahwa di wilayah kecamatan Turi terdapat 159 lokasi tanah wakaf dengan luas keseluruhan 54.593 m2.

Tanah wakaf selain dipergunakan untuk pembangunan tempat ibadah, madrasah/sekolah, pondok pesantren, dan kuburan/makam, tanah wakaf juga ada yang digunakan untuk pembangunan gedung pertemuan/sosial dan perkebunan.

Adapun wakaf produktif yang untuk pembangunan gedung pertemuan seluas 3.679 m2, gedung sosial seluas 2.599 m2, dan perkebunan salak seluas 2.545 m2.

Kepala KUA yang baru bertugas beberapa saat di Kecamatan Turi ini sangat mengapresiasi dan berterimakasih dengan dijadikannya Kecamatan Turi sebagai tempat pelaksanaan kegiatan “Kampung Sejahtera” dan Toko ZMART Program ZWCD Kemenag RI dan BAZNAS RI.

Di Kecamatan Turi memang cukup banyak umat Islam yang masih muallaf. Umat Islamnya sebesar 93%, Katholik: 0,6%, Kristen: 0,03%, Hindu: 0,0001%, Budha: 0,0001, dan Konghucu: 0,0001%.

Oleh karena itu, sangat diperlukan pelaksanaan program ZWCD di wilayah Kecamatan Turi dalam rangka memperkokoh akidah, ibadah, dan muamalah bagi golongan muallaf pada khususnya dan umat Islam pada umumnya.

Lisaanul haal Afshahu min lisaanil maqaal (لسان الحال أفصح من لسان المقال). Artinya dakwah dengan perbuatan lebih mempunyai arti daripada dakwah dengan perkataan.

Demikian, semoga program ZWCD di Kecamatan Turi ini dapat berjalan dengan lancar dan sukses serta bermanfaat bagi semuanya (Kha).

Share:

PASANGAN HIDUP

Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). (QS. an-Nur: 26)

Maka, jadilah yang baik, kamu pun mendapatkan yang baik.

PENGHULU

Kedudukan Penghulu
Penghulu berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional di bidang kepenghuluan pada Kementerian Agama.
Tugas Penghulu
Penghulu bertugas melaksanakan kegiatan pelayanan dan bimbingan nikah atau rujuk, pengembangan kepenghuluan, dan bimbingan masyarakat Islam.

SUKSES PENGHULU

Raih Angka Kredit Penghulu: Putuskan apa yang diinginkan, tulis rencana kegiatan, laksanakan secara berkesinambungan, maka engkau pun jadi penghulu harapan.

Categories

Followers

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *