• Keputusan Revolusioner MK Status Anak di Luar Nikah

    Mahkamah Konstitusi membuat keputusan revolusioner bahwa anak yang lahir di luar perkawinan yang sah mempunyai hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya guna melindungi hak-hak anak yang dilahirkan dan membebani tanggung jawab ayah biologis yang bersangkutan.

  • Revisi UU Perkawinan dan Perlindungan Hak Anak

    UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah direvisi dengan UU Nomor 16 Tahun 2019 bahwa usia paling rendah seseorang dapat melangsungkan perkawinan adalah 19 (sembilan belas) tahun, baik bagi laki-laki ataupun perempuan.

  • Daftar Nikah di KUA Secara Online Pakai HP

    Sekarang ini calon pengantin dapat daftar nikah secara online pakai HP, kemudian datang ke KUA untuk validasi syarat nikah dan persetujuan waktu akad nikah.

  • Istithaah Kesehatan Jemaah Haji

    Syarat beribadah haji adalah Islam, baligh, berakal, dan istithaah. Syarat Istithaah juga meliputi istithaah menurut standar kesehatan sebagaimana Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2016 tentang Istithaah Kesehatan Jemaah Haji.

  • Ketentuan Kegiatan Peribadatan Masa PPKM Level 4 (Empat)

    Tempat ibadah di kabupaten/kota wilayah Jawa dan Bali dengan kriteria level 4 (empat) dan level 3 (tiga) dapat melaksanakan kegiatan peribadatan/keagamaan berjamaah selama masa penerapan PPKM.

  • Upacara Hari Jadi Kabupaten Sleman

    Warga masyarakat Kabupaten Sleman memperingati Hari Jadi Kabupaten Sleman. Upacara Peringatannya dilaksanakan menurut adat budaya Jawa. Semua peraga upacara berpakaian dan berbahasa Jawa.

  • Pelaksanaan Akad Nikah Masa New Normal Covid-19

    Pada masa New Normal (Tatanan Normal Baru) Pandemi Covid-19 Korona, akad nikah dapat dilaksanakan di Balai Nikah KUA ataupun di luar Balai Nikah KUA Kecamatan dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi.

  • Public Hearing Standar Pelayanan Publik KUA

    UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mengamanatkan bahwa Instansi Pemerintah, termasuk KUA Kecamatan, sebagai penyedia layanan harus menetapkan Standar Pelayanan Publik.

  • Syarat dan Alur Pencatatan Perkawinan

    Setiap perkawinan dicatatkan. Syarat dan prosedur pencatatannya sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan.

  • Praktik Kerja Mahasiswa UIN SUKA di KUA

    Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta melaksanakan praktik kerja lapangan di Kantor Urusan Agama,supaya mahasiswa dapat mengelaborasikan antara teori dan praktik bidang hukum keluarga Islam.

Pengantin Luar Daerah Pilih Tes PCR Covid-19 atau Pilih Karantina Mandiri?



Oleh: Eko Mardiono

Sampai saat ini penyebaran virus Covid-19 Korona di Indonesia belum menunjukkan penurunan. Penyebarannya justru menunjukkan peningkatan.

Pada update 13 September 2020 pukul 12:00 WIB jumlah terpapar Covid-19 di Indonesia terkonfirmasi sebanyak 218.382, sembuh sebanyak 155.010, dan meninggal dunia sebanyak 8.723 orang. Tersebar di 34 provinsi, di 490 kabupaten/kota (Sumber: https://covid19.go.id/)

Di Daerah Istimewa Yogyakarta update 13 September 2020 pukul 16:00 WIB, jumlah terpapar Covid-19 suspek sebanyak 11.933, konfirm 1.836, sembuh 1.332, dan meninggal dunia konfirm 52 orang (sumber: https://corona.jogjaprov.go.id/).

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta pun mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 77 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019.

Bupati Sleman juga mengeluarkan Peraturan Bupati Sleman Nomor 37.1 Tahun 2020 tentang hal yang sama.


Menurut Peraturan Bupati Sleman Nomor 37.1 Tahun 2020, “Perorangan yang berasal dari luar wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk) yang akan masuk dan/atau telah masuk dalam wilayah Kabupaten Sleman diwajibkan memiliki hasil Tes PCR dengan hasil negatif yang masih berlaku atau Rapid Diagnostic Test (RDT) COVID-19 dengan hasil non reaktif yang masih berlaku, atau melakukan karantina mandiri selama 14  (empat belas) hari sejak tanggal kedatangan di Kabupaten Sleman.” (Pasal 5 ayat 2.f).

Jadi menurut Peraturan Bupati Sleman ini, setiap orang yang datang dari luar Daerah Istimewa Yogyakarta yang masuk ke wilayah Kabupaten Sleman wajib melakukan tes PCR yang hasilnya negatif, atau melakukan tes RDT yang hasilnya non reaktif, atau melakukan karantina mandiri selama 14 (empat belas) hari sejak kedatangannya.

Sekarang pertanyaannya, wajibkah calon pengantin atau wali nikah yang berasal dari luar Daerah Istimewa Yogyakarta yang akan melangsungkan pernikahan di wilayah Kabupaten Sleman melakukan tes PCR yang hasilnya negatif, atau melakukan tes RDT yang hasilnya non reaktif, atau melakukan karantina mandiri selama 14 (empat belas) hari?

Pertanyaan ini mengemuka karena cukup banyak orang dari luar Daerah Istimewa Yogyakarta yang akan melangsungkan pernikahan di wilayah Kabupaten Sleman.

Di antaranya di KUA Kecamatan tempat saya bertugas, ada permohonan pelaksanaan akad nikah yang wali nikahnya berasal dari luar Daerah Istimewa Yogyakarta.

Wali nikah tersebut setelah sampai di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta memang melakukan karantina mandiri untuk selama 14 (empat belas) hari di suatu tempat tertentu.

Namun permasalahannya, rencana akad nikahnya akan dilangsungkan pada saat wali nikah yang bersangkutan belum selesai menjalani karantina mandiri 14 (empat belas) hari.

Kemudian dengan dukungan Gugus Tugas Pengendalian Penyebaran Covid-19 setempat, warga masyarakat setempat tidak mengizinkan wali nikah yang bersangkutan memasuki lokasi tempat akad nikah akan dilangsungkan.

Wali nikah tersebut diarahkan untuk melakukan Tes PCR (TestPolymerase Chain Reaction) atau melakukan RDT (Rapid Diagnostic Test)  COVID-19, namun wali nikah yang bersangkutan tidak bersedia dengan berbagai alasan.

Wali nikah tersebut justru akan datang ke KUA Kecamatan untuk mewakilkan kepada penghulu guna mewakili menikahkan anak perempuannya.

Penghulu KUA Kecamatan pun dalam posisi yang dilematis.
 
Satu sisi apabila permohonan taukil wali nikah itu ditolak, bukankah wali nikah yang bersangkutan telah datang ke KUA Kecamatan dan berkehendak mewakilkan hak kewaliannya kepada penghulu?

Padahal, menurut protokol kesehatan aman Covid-19 yang berlaku di KUA Kecamatan saat ini, para calon pengantin dan wali nikah beserta saksi nikah yang akan melangsungkan pernikahan di KUA Kecamatan hanya diharuskan pakai masker dan sarung tangan, cuci tangan pakai sabun dengan air yang mengalir, jaga jarak, tidak berkerumun, dan suhu tubuhnya tidak di atas 37,3⁰C.

Sementara itu, di sisi lain apabila permohonan taukil wali nikah kepada penghulu yang akan diikrarkan di KUA Kecamatan diterima, bukankah hal itu berarti penghulu KUA Kecamatan membiarkan dan membenarkan wali nikah yang bersangkutan melanggar ketentuan karantina selama 14 (empat belas) hari yang semestinya tidak boleh keluar dari tempat karantina.

Lantas, bagaimana seharusnya Standar Operasional Prosedur (SOP) KUA Kecamatan dalam melayani masyarakat pada masa Pandemi Covid-19 Korona setelah keluar Peraturan Gubernur Nomor 77 Tahun 2020 dan Peraturan Bupati Sleman Nomor 37.1 Tahun 2020?

Apakah KUA Kecamatan harus mewajibkan para calon pengantin dan wali nikah yang berasal dari luar DIY memiliki hasil Tes PCR dengan hasil negatif yang masih berlaku atau Rapid Diagnostic Test (RDT) COVID-19 dengan hasil non reaktif yang masih berlaku, atau melakukan karantina mandiri selama 14  (empat belas) hari sejak tanggal kedatangannya.

Memang dalam hal ini penghulu KUA Kecamatan harus hati-hati dan waspada karena sudah ada beberapa pegawai KUA Kecamatan dan masyarakat dalam acara perkawinan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terpapar virus Covid-19 Korona.

Misalnya di KUA Kecamatan Danurejan Kota Yogyakarta dan di wilayah kerja KUA Kecamatan Paliyan Kabupaten Gunungkidul.



Menurut pendapat saya, semua calon pengantin, wali nikah, dan saksi nikah yang berasal dari luar Daerah Istimewa Yogyakarta harus melaksanakan ketentuan protokol kesehatan sebagaimana ditentukan oleh Peraturan Gubernur DIY Nomor 77 Tahun 2020 dan Peraturan Bupati Sleman Nomor 37.1 Tahun 2020.

Calon pengantin dan wali nikah yang berasal dari luar Daerah Istimewa Yogyakarta harus memiliki hasil Tes PCR dengan hasil negatif yang masih berlaku atau Rapid Diagnostic Test (RDT) COVID-19 dengan hasil non reaktif.

Keharusan memiliki hasil tes PCR atau RDT ini sejak awal disampaikan oleh Penghulu dan disanggupi oleh calon pengantin dan wali nikah pada saat pendaftaran kehendak nikah di KUA Kecamatan.

Apabila ternyata calon pengantin dan wali nikahnya tidak memiliki hasil tes PCR atau RDT termaksud, maka pelaksanaan akad nikahnya ditunda sampai pada waktu tertentu. Calon pengantin dan wali nikah yang bersangkutan harus menjalani karantina selama 14 (empat belas) hari terlebih dahulu.

Menurut hemat saya, Standar Operasional Prosedur (SOP) Pelayanan KUA Kecamatan pada masa Pandemi Covid-19 Korona sekarang ini harus ditetapkan kembali karena beberapa alasan. Di antaranya karena alasan-alasan berikut ini.

Pertama: Pasal 5 ayat 2.f Peraturan Bupati Sleman Nomor 37.1 Tahun 2020 secara tegas telah menentukan, setiap orang yang datang dari luar Daerah Istimewa Yogyakarta harus memiliki hasil Tes PCR dengan hasil negatif yang masih berlaku atau Rapid Diagnostic Test (RDT) COVID-19 dengan hasil non reaktif, atau menjalani karantina 14 (empat belas) hari sejak kedatangannya.

Ketentuan pasal 5 ayat 2.f tersebut di atas tentunya juga berlaku bagi para calon pengantin dan wali nikah yang berasal dari luar DIY yang akan melangsungkan pernikahan di wilayah Kabupaten Sleman.

Kedua: Pasal 6 ayat (1) Peraturan Bupati Sleman Nomor 37.1 Tahun 2020 juga menentukan, bahwa setiap pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum di Daerah wajib melakukan dan mematuhi protokol kesehatan bagi masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian COVID-19 di lingkungannya.

Pasal 6 ayat (2) Peraturan Bupati Sleman ini pun menjelaskan bahwa fasilitas umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2) meliputi juga perkantoran/tempat kerja.

Kemudian pasal 4 ayat (b.6) Pergub. DIY Nomor 77 Tahun 2020 juga menentukan, penyelenggara fasiltas umum termasuk perkantoran wajib melaksanakan penegakan kedisiplinan pada perilaku masyarakat yang berisiko dalam penularan dan tertularnya Covid-19.

Dengan demikian, KUA Kecamatan sebagai sebuah perkantoran tentunya juga berkewajiban dalam penegakan kedisiplinan perilaku masyarakat yang berisiko dalam penularan dan tertularnya Covid-19. 

Penghulu KUA Kecamatan pun berkewajiban menegakkan kedisiplinan perilaku yang beresiko dalam penularan dan tertularnya Covid-19 bagi para calon pengantin dan wali nikah di lingkungan perkantorannya.

Ketiga: KUA Kecamatan ditugaskan oleh Kementerian Agama untuk mengatur hal-hal yang berhubungan dengan petugas, calon pengantin, waktu dan tempat pernikahan agar pelaksanaan akad nikah dan protokol kesehatan dapat  berjalan dengan sebaik-baiknya.

Selain itu, KUA Kecamatan juga diperintahkan untuk berkoordinasi dan bekerja sama dengan pihak terkait dan/atau aparat keamanan untuk pengendalian pelaksanaan pelayanan akad nikah, sehingga akad nikah terlaksana sesuai dengan protokol kesehatan yang ketat.


Keempat: Peraturan Gubenur DIY Nomor 77 Tahun 2020 dan Peraturan Bupati Sleman Nomor 37.1 Tahun 2020 sejatinya merupakan ketentuan Ulil Amri yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua pihak sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.

Ajaran Islam pun memerintahkan supaya umat Islam mentaati Ulil Amri sebagaimana firman Allah SWT:
 
يَٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلأَمرِ مِنكُم
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu (QS an-Nisa’: 59).

Menurut para ahli tafsir, yang dimaksud Ulil Amri dalam ayat ini adalah Ahlul Halli wal Aqdi. Kalau pada era sekarang ini lembaga legislatif dan lembaga eksekutif. Dalam hal ini Pemerintahan Republik Indonesia dengan semua jajarannya.

Kelima: Peraturan-peraturan Pemerintah (Ulil Amri) ditetapkan sejatinya adalah untuk kemaslahatan bagi warga negaranya sebagaimana kaidah fiqh:
 
تَصَرُّفُ الْاِمَامِ عَلَى الرَّعِيَّةِ مَنُوْطٌ بِالْمَصْحَلَةِ
Artinya: Kebijakan pemimpin (Pemerintah) adalah demi kemaslahatan rakyat (umat).

Keenam: Syariat Islam diturunkan ke muka bumi adalah untuk melindungi lima hal, yaitu untuk melindungi agama, nyawa, akal, harta, dan keturunan (nasab). Jadi, salah satu tujuan Syariat Islam adalah untuk melindungi keselamatan nyawa.

Jika perintah Syariat Islam bertujuan untuk melindungi keselamatan jiwa, maka Syariat Islam pun juga memerintahkan untuk melaksanakan sarana melindungi keselamatan jiwa itu sebagaimana Kaidah Fiqh:
 
مَا لَا يَتِمُّ الْوَجِبُ اِلَّا بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
Artinya: Apabila suatu kewajiban tidak dapat dilaksanakan kecuali dengan dilaksanakan sesuatu tertentu, maka sesuatu tertentu itu hukumnya juga wajib dilaksanakan.

Selain itu, kaidah fiqh juga menyatakan:
 
لِلْوَسَائِلِ أَحْكَمُ الْمَقَاصِدِ
Artinya: Hukum bagi wasilah (sarana) adalah sama dengan hukum asal.

Nah, berdasarkan peraturan, dasar hukum, dan argumen-argumen di atas, maka menurut pendapat saya dapat disimpulkan bahwa calon suami, calon istri, dan wali nikah dari luar Daerah yang akan melangsungkan pernikahan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta wajib memiliki hasil Tes PCR dengan hasil negatif yang masih berlaku, atau Rapid Diagnostic Test (RDT) COVID-19 dengan hasil non reaktif yang masih berlaku.

Apabila tidak memiliki hasil tes PCR atau RDT sebagaimana yang disyaratkan, mereka harus melakukan karantina mandiri selama 14  (empat belas) hari sejak tanggal kedatangan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
 
Kemudian apabila belum habis masa karantinanya, maka pelaksanaan akad nikahnya ditunda sampai habis masa karantinanya.

Apabila tidak menghendaki rencana pernikahannya tertunda karena belum selesai masa karantinanya, maka calon suami, calon istri, dan wali nikah datang lebih awal masuk ke wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Menurut hemat saya, ketentuan-ketentuan di atas kiranya dapat ditetapkan sebagai SOP (Standar Operasional Prosedur) KUA Kecamatan dalam memberikan layanan pernikahan pada masa Pandemi Covid-19 Korona sekarang ini setelah terbitnya Peraturan Gubernur DIY Nomor 77 Tahun 2020 dan Peraturan Bupati Sleman Nomor 37.1 Tahun 2020.

Demikian semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish shawab.
Share:

PASANGAN HIDUP

Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). (QS. an-Nur: 26)

Maka, jadilah yang baik, kamu pun mendapatkan yang baik.

PENGHULU

Kedudukan Penghulu
Penghulu berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional di bidang kepenghuluan pada Kementerian Agama.
Tugas Penghulu
Penghulu bertugas melaksanakan kegiatan pelayanan dan bimbingan nikah atau rujuk, pengembangan kepenghuluan, dan bimbingan masyarakat Islam.

SUKSES PENGHULU

Raih Angka Kredit Penghulu: Putuskan apa yang diinginkan, tulis rencana kegiatan, laksanakan secara berkesinambungan, maka engkau pun jadi penghulu harapan.

Categories

Followers

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *