Menghitung Tanggal Menjadi Janda

Oleh: Eko Mardiono

A. Pendahuluan

Di kalangan Pelaksana Undang-undang Perkawinan, baik Pegawai Pencatat Nikah, Penghulu, ataupun Pembantu Pegawai Pencatat Nikah, terjadi perbedaan pendapat dalam menghitung tanggal menjadi janda seorang wanita yang bercerai dari suaminya.

Penghitungan tanggal menjadi janda ini sangat penting karena berkaitan erat dengan penghitungan masa iddah seorang janda.

 Ada penghulu yang menghitung masa iddah seorang janda mulai tanggal "Putusan" Pengadilan Agama. Ada Penghulu yang menghitung mulai tanggal "Penetapan" Pengadilan Agama. Ada pula yang menghitung mulai doterbitkannya "Akta cerai" oleh Pengadilan Agama.

Pertanyaannya sekarang: Mana yang benar?

B. Produk Hukum dalam Perkawinan

Hukum Perkawinan di Indonesia menganut asas “mempersukar terjadinya perceraian”.

Demi asas ini, cerai talak yang asalnya dalam fikih sifat perkaranya mirip volunter ditingkatkan menjadi gugat contentiosa dengan ketentuan: suami sebagai pemohon yang berkedudukan sebagai "penggugat" dan isteri sebagai termohon yang berposisi sebagai "tergugat" dan proses pemeriksaannya berdasar atas asas audi et alteram partem.[1]

Dalam upaya realisasi asas “mempersukar terjadinya perceraian”, Pengadilan Agama sampai mengeluarkan beberapa produk hukum yang tanggalnya dapat sama dan dapat pula beda, sehingga terbuka kemungkinan terjadinya perbedaan dalam menghitung tanggal seorang istri menjadi janda.

Bagi cerai talak, Pengadilan Agama mengeluarkan tiga produk hukum, yaitu (1) putusan, (2) penetapan, dan (3) akta cerai. Sedangkan bagi cerai gugat, Pengadilan Agama mengeluarkan dua produk hukum, yaitu (1) putusan dan (2) akta cerai.

Putusan yang juga disebut vonnis (Belanda) atau al-qada’u (Arab), adalah produk Pengadilan Agama karena adanya dua pihak yang berlawanan dalam perkara, yaitu “penggugat” dan “tergugat”. 

Produk Pengadilan semacam ini biasa diistilahkan dengan “produk peradilan yang sesungguhnya” atau jurisdictio cententiosa.[2]

Sedangkan, penetapan yang disebut al-itsbat (Arab) atau beschiking (Belanda), yaitu produk Pengadilan Agama dalam arti bukan peradilan yang sesungguhnya, yang diistilahkan jurisdictio voluntaria.

Dikatakan bukan peradilan yang sesungguhnya karena di sana hanya ada pemohon, yang memohon untuk ditetapkan tentang sesuatu, sedangkan ia tidak berpekara dengan lawan.[3]

Akan tetapi, di lingkungan peradilan agama ada beberapa jenis perkara yang berupa penetapan tetapi ternyata bukan penetapan dalam bentuk voluntaria murni, sehingga penetapan di sini pemohon dan termohon berposisi sebagai “penggugat” dan “tergugat”.[4] 

Hal ini dikarenakan pemohon ketika menggunakan haknya bisa mendapat perlawanan dari termohon, misalnya permohonan pemohon (suami) agar dilaksanakan sidang untuk menyaksikan pengucapan ikrar talak suami kepada isterinya.

Dalam kasus permohonan talak oleh suami kepada istrinya seperti ini, Pengadilan Agama sebelum mengeluarkan penetapan permohonan, terlebih dahulu mengeluarkan putusan “gugatan”, sehingga dalam satu perkara permohonan talak ini bisa ada beberapa produk hukum peradilan.

Begitu juga pengajuan cerai gugat oleh seorang istri kepada suaminya juga ada beberapa produk hukum peradilan agama.

Selanjutnya, Pengadilan Agama setelah mengeluarkan produk hukum berupa “Penetapan (bagi cerai talak) dan “Putusan (bagi cerai gugat) yang kemudian keduanya telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka panitera Pengadilan Agama mengeluarkan produk hukum lainnya, yaitu berupa “Akta Cerai.

Adanya beberapa produk hukum dalam satu perkara perceraian ini menimbulkan problema yuridis, yaitu mulai kapan seorang seorang janda dihitung masa iddahnya? Apakah sejak tanggal dikeluarkannya Putusan, Penetapan, ataukah sejak dikeluarkannya Akta Cerai?

Pengkajian persoalan ini begitu urgen karena berkaitan erat dengan masa tunggu (iddah) seorang janda, yang pada gilirannya nanti menentukan keabsahan perkawinan yang dilaksanakan.

Oleh karena itu, sangat mendesak untuk kajian yuridisnya. Tulisan ini akan melakukan kajian yuridis penghitungan tanggal dimulainya masa iddah seorang janda.

C. Analisis Format Akta Cerai

Dalam menentukan tanggal menjadi janda guna menghitung dimulainya masa iddah, tulisan ini menjadikan Lampiran Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1997 Model A.III.3 (blangko Akta Cerai) sebagai bahan kajian dengan menggunakan tiga aspek pendekatan, yaitu (1) Gramatikal, (2) Format Akta, dan (3) Yuridis Formal.

1. Pendekatan Aspek Gramatikal
Yang dimaksud pendekatan aspek gramatikal di sini
adalah pengkajian permasalahan dengan cara menganalisis tatabahasa, jenis, dan susunan kalimat yang digunakan dalam akta cerai. 

Pendekatan gramatikal ini dilakukan untuk mengetahui mana gagasan pokok atau pesan utama kalimat tersebut dalam akta cerai.

Secara lengkap, redaksi kalimat yang dipakai dalam Model A.III.3 ini adalah sebagai berikut:

“Panitera Pengadilan Agama ……. menerangkan, bahwa pada hari ini …... tanggal ……. 20... M., bersamaan dengan tanggal ……...14.... H., berdasarkan …. nomor .… tanggal …… 20… M., yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, terjadi perceraian antara : …..”.
Kalimat di atas menggunakan susunan kalimat majmuk bertingkat. Terdiri dari induk kalimat dan anak kalimat.

Induk kalimatnya adalah:

“Panitera Pengadilan Agama ........ menerangkan, bahwa pada hari ini ....... tanggal …20…. M., bersamaan dengan tanggal …….14 …. H., terjadi perceraian antara : …… “
Sedangkan anak kalimatnya adalah:

“berdasarkan …… nomor …… tanggal …. 20…. M., yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.”
Menurut kaidah tatabahasa Indonesia, yang menjadi pesan utama dalam kalimat majmuk bertingkat adalah pesan yang terkandung dalam induk kalimat, bukan dalam anak kalimat.

Pesan dalam anak kalimat hanyalah bagian yang berada di bawah pesan utama induk kalimat sebagai tambahan keterangan.[5]

Untuk ilustrasi pengkajian, apabila anak kalimat dalam akta cerai tersebut diletakkan di awal kalimat, maka kalimat majmuk bertingkat tersebut akan menjadi:

“Berdasarkan … nomor … tanggal ….20…. M., yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Panitera Pengadilan Agama ......... menerangkan, bahwa pada hari ini ........ tanggal …… 20…. M., bersamaan dengan tanggal ….. 14…. H., terjadi perceraian antara: ..…“
Dengan demikian, terlihat jelas bahwa tanggal terjadinya perceraian adalah tanggal yang tercantum dalam induk kalimat, bukan dalam anak kalimat.

Tanggal yang tercantum dalam induk kalimat adalah tanggal terjadinya perceraian sekaligus sebagai tanggal akta cerai. 

Sedangkan tanggal yang tercantum dalam anak kalimat adalah tanggal putusan atau penetapan yang digunakan sebagai dasar pernyataan telah terjadinya perceraian.

Jadi, tanggal terjadinya perceraian adalah sama dengan tanggal dikeluarkannya akta cerai. 

Dengan kata lain, kapan terjadinya perceraiannya? Jawabannya adalah saat dikeluarkan akta cerai. Yaitu, tanggal yang di atas dalam akta cerai itu.

2. Pendekatan Aspek Format Akta
Pengkajian dengan pendekatan aspek ini adalah penelaahan permasalahan dengan cara menganalisis bentuk dan format akta. 

Dengan pendekatan aspek ini, akan bisa diketahui kedudukan beberapa tanggal yang tercantum dalam berbagai bagian akta.

Sudah menjadi stándar yang baku bahwa jika diklasifikasikan, bahwa sebuah akta terdiri dari tiga bagian, yaitu: (1) Kepala Akta, (2) Tubuh Akta, dan (3) Kaki Akta.

Kepala Akta memuat: identitas nama dan alamat pemilik akta (kop), nomor dan tanggal akta. Sedangkan Tubuh Akta memuat: isi akta.

Sedangkan kaki akta memuat: tempat dan tanggal pembuatan akta, dan nama dan tanda tangan pembuat akta serta tembusan-tembusan. 

Khusus masalah tanggal pembuatan akta, tanggal akta dapat dimasukkan ke dalam kepala akta dan juga dapat dimasukkan ke dalam kaki akta. Yang jelas, tidak dimasukkan ke dalam tubuh akta.[6]

Kemudian apabila dicermati, bahwa dalam blangko akta cerai (Model A.III.3) ternyata pada Kepala Akta dan Kaki Akta tidak terdapat tanggal yang menujukkan tanggal pembuatan akta.

Tanggal pembuatan akta justru “dimasukkan” ke dalam tubuh akta. Hal ini terlihat dengan adanya kata-kata “ini” dalam tubuh akta, yaitu : “bahwa pada hari “ini” ..… tanggal ……”.

Format akta semacam ini menunjukkan bahwa secara formal akta cerai langsung dibuat pada saat itu juga, yaitu ketika sebuah perceraian terjadi.

Dengan demikian, dapat dikonklusikan bahwa tanggal pembuatan akta pasti selalu sama dengan tanggal isi akta, yaitu sama dengan tanggal terjadinya perceraian.

Dengan perkataan lain, tanggal terjadinya perceraian adalah sama dengan tanggal dikeluarkannya akta cerai.

Hal ini karena tanggal pembuatan akta cerai dimasukkan ke dalam tubuh akta, tidak ke dalam kepala akta atau kaki akta.

Tegasnya, tanggal menjadi jandanya seorang perempuan dari aspek pendekatan ini dihitung sejak tanggal dikeluarkannya akta cerai. Yaitu, tanggal yang di atas dalam akta cerai itu.

3. Pendekatan Aspek Yuridis Formal
Yang dimaksud pendekatan dengan aspek yuridis formal ini adalah analisis suatu masalah dengan cara merujukkan kembali kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang berfungsi sebagai lex spesialis atau
pun lex generalis.

Lex spesialis ialah segala peraturan perundang-undangan yang ditetapkan memang secara spesial (khusus) diperuntukkan bagi lembaga tertentu, dalam hal ini peradilan agama. 

Sedangkan, lex generalis adalah segala peraturan perundang-undangan yang ditetapkan untuk semua lembaga, semua peradilan di Indonesia, termasuk juga untuk Pengadilan Agama.[7]

Menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yakni sebagai lex spesialis, bahwa dalam perkara cerai talak, suatu perceraian dianggap terjadi terhitung sejak dikeluarkannya penetapan.

Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 71 ayat 2, bahwa hakim membuat penetapan yang isinya menyatakan bahwa perkawinan putus sejak ikrar talak diucapkan dan penetapan tersebut tidak dapat dimintakan banding atau kasasi.[8] 

Penetapan ini dikeluarkan setelah putusan sebelumnya telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Yaitu, sebuah putusan yang menetapkan bahwa permohonan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak dikabulkan (pasal 70 ayat 1).[9]

Berhubung di satu sisi terjadinya talak dihitung sejak dikeluarkannya penetapan dan di sisi lain tanggal akta cerai dimasukkan ke dalam tubuh akta, maka tanggal pembuatan akta cerai selalu sama dengan tanggal penetapan.

Jadi, yang harus dijadikan standar tanggal terjadinya perceraian adalah tanggal pembuatan akta, yang selalu sama dengan tanggal penetapan.

Walaupun sama, tetapi senantiasa merujukkan kepada tanggal pembuatan akta cerai adalah penting. Sebab jika tidak demikian, maka bisa terjadi kesalahan dan ketidakkonsistenan ketika perceraiannya berupa cerai gugat.

Perihak ini perlu dicermati bahwa bagi cerai gugat, jika gugatan ini dimenangkan oleh pihak penggungat (isteri), maka dikeluarkanlah putusan yang menerangkan bahwa perkawinan antara penggugat dan tergugat putus.

Akan tetapi, perceraiannya tidak otomatis terjadi pada saat itu. Pasal 81 ayat 2 menegaskan, "Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat hukumnya terhitung sejak putusan Pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap".[10]

Menurut R.Bg. dan H.I.R. (Hukum Acara Perdata) yang merupakan lex generalis bagi Pengadilan Agama, bahwa suatu putusan pengadilan baru memperoleh kekuatan hukum tetap setelah 14 (empat belas) hari sejak dibacakan putusan itu di muka sidang untuk umum, atau dalam kasus verstek (tanpa kehadiran tergugat/termohon) setelah 14 (empat belas) hari sejak pemberitahuan (R.Bg. : 152 : 1 dan H.I.R: 128).[11]

Dengan demikian, perceraian dianggap terjadi setelah 14 (empat belas) hari sejak tanggal dikeluarkan putusan, atau dalam kasus verstek setelah 14 (empat belas) hari sejak pemberitahuan.

Pada saat itulah baru terjadi perceraian dan baru pada saat itu panitera Pengadilan Agama mengeluarkan akta cerai.

Hal ini sebagaimana ditetapkan dalam pasal 81 ayat 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, “Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat hukumnya terhitung sejak putusan Pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.”[12]

D. Kesimpulan
Tanggal menjadi janda seorang perempuan dihitung sejak dikeluarkannya akta cerai.
Yaitu, tanggal yang terletak di bagian atas dalam tubuh akta menurut format blanko akta cerai model A.III.3.

Tanggal pembuatan akta cerai akan selalu sama dengan tanggal penetapan (bagi cerai talak), dan selalu sama dengan 14 (empat belas) hari setelah tanggal dikeluarkannya putusan, atau 14 (empat belas) hari sejak pemberitahuan dalam kasus verstek (bagi cerai gugat).

Panitera Pengadilan Agama tidak mempunyai pilihan lain dalam memberikan tanggal akta cerai. Tanggal akta akan selalu sama dengan tanggal terjadinya perceraian.
Hal ini dikarenakan dalam akta cerai model A.III.3, tanggal pembuatan akta cerai tidak dimasukkan dalam kepala akta atau kaki akta, tetapi justru dimasukkan dalam tubuh akta, yaitu menjadi satu dengan tanggal isi akta.

Oleh karenanya, tanggal pengeluaran akta cerai selalu sama dengan tanggal terjadinya perceraian.

Masa iddah seorang janda pun dihitung mulai dari tanggal dikeluarkannya akta cerai. Yaitu, tanggal yang bagian atas dalam akta cerai itu.


Catatan Kaki:

[1] M. Yahya Harahap, S.H. "Materi Kompilasi Hukum Islam" dalam Dr. Moh. Mahfud MD, S.H., S.U. dkk. (ed), Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia (Yogyakarta: UII Press, 1993), hlm. 91-92.

[2] Drs. H. Roihan A. Rasyid, S.H., Hukum Acara Peradilan Agama (Jakarta: Rajawali Press, 1991), hlm. 195.

[3] Ibid., hlm. 205.

[4] Ibid., hlm. 207.

[5] Dr. Sabarti Akhadiyah, Dra. Maidar G. Arsjad, dan Dra. Sakura H. Ridwan, Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia (Jakarta: Erlangga, 1990), hlm. 120.

[6] Dengan sedikit variasi dan lebih rinci, unsur-unsur bagian akta atau surat ini sebagaimana yang dideskripsikan oleh Rasyid dalam menjelaskan isi dan bentuk putusan dan penetapan. Drs. H. Roihan A. Rasyid, Hukum., hlm. 196 dan 206.

[7] Drs. H. Roihan A. Rasyid, S.H. Hukum., hlm. 21

[8] Ibid., hlm.262.

[9] Ibid., hlm. 261.

[10] Ibid., hlm. 265

[11] K. Wantjik Saleh, S.H., Hukum Acara Perdata RBG/HIR (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), hlm. 22.

[12] Drs. H. Roihan A. Rasyid, S.H. Hukum., 265.

Share:

13 komentar:

  1. tulisan ini bagus sekali sebagai referensi kami dalam menentukan masa iddah; karena banyak sekali KUA yang tidak memahami dengan hal tersebut. syukron.

    BalasHapus
  2. itu kan menurut pengadilan,tp yang sebenar nya adalah saat suami mentalak istrinya sebelum datang kepengadilan mendaftarkan gugatancerai, talaknya nya udah sah,dan suami tdak minta rujuk ,dan proses dipengadilan pun memakan waktu yg lama..jd idah nya bisa dihitung saat suami nya menjatuhkn talak.pengadilan hanya fomalitas..

    BalasHapus
  3. bagaimana jika tgl di kelurkanya akte tidak sama dgn tgl di putuskanya cerai...Bagaiamana mnghitung masa iddahnya...sdngkan tgl keluar nya akte dgn tgl di putuskan cerai b'jarak 3bulan baru akte tsb kluar...mohon bantu jawab pak...mksih

    BalasHapus
  4. bagaimana jika tgl di kelurkanya akte tidak sama dgn tgl di putuskanya cerai...Bagaiamana mnghitung masa iddahnya...sdngkan tgl keluar nya akte dgn tgl di putuskan cerai b'jarak 3bulan baru akte tsb kluar...mohon bantu jawab pak...mksih

    BalasHapus
  5. tanggal akta adalah tanggal diterbitkan akta tetapi perceraian terjadi di depan sidang pengadilan dan jika cerai talak maka suami mengucapkan talak di depan sidang... maka tanggal inilah yang patut dipedomani... di samping tidak merugikan pihak manapun dan lebih sesuai dengan pendekatan fiqh... jika kita analogikan dengan nikah.. maka nikah mereka dinyatakan sah ketika telah terjadi pernikahan di depan PPN atau penghulu walaupun kutipan akta nikahnya tertanggal 2 hari setelah itu, semisal pernikahan di hari Sabtu.. dan dicatat hari senin..

    BalasHapus
  6. Terima kasih tuk semuanya atas kunjungan, tanggapan, dan pertanyaannya.

    Mohon maaf baru sekarang saya menanggapi karena baru sekarang mengetahui adanya tanggapan-tanggapan dari saudaraku semua.

    BalasHapus
  7. Kepada duniakataku-kataduniaku, kalau dipilah secara dikotomis, memang ada dua hal, yaitu cerai talak dalam hukum fiqh dan dalam hukum negara sesuai dengan perundang-undangan.
    Ketentuan UU tentang cerai talak ini justru untuk melindungi kaum perempuan. Jadi ketika suami akan mentalak isterinya harus diajukan ke sidang pengadilan dan jatuhnya talaknya juga terhitung sejak suami mentalak isterinya di depan sidang pengadilan. Jadi ketentuan ini adalah untuk melindungi semua pihak tanpa menghilangkan ketentuan hukum agama. Terimakasih.

    BalasHapus
  8. Kepada saudaraku Software Aplikasi dan Fauzan Azim, Blanko Akta Cerai Pengadilan Agama dibuat format bahwa tanggal terjadinya talak adalah selalu sama dengan tanggal akta cerai itu sendiri. Coba dicermnati, bahwa dalam blanko Akta Cerai itu tidak terdapat tanggal pembuatan akta cerai.

    Hal itu berbeda dengan Buku Nikah. Kalau Buku Nikah ada tanggal terjadinya akad nikah dan juga ada tanggal pencatatan akad nikah. Jadi bisa jadi ada perbedaan antara tanggal akad nikah dan tanggal pencatataan akta nikah. Misalnya akad nikahnya pada hari minggu, kemudian pencatatan nikahnya pada hari Senin hari berikutnya.

    Hal itu berbeda dengan Akta Cerai. Dalam Akta Cerai itu selalu sama antara tanggal terjadinya talak dan tanggal dikeluarkannya Akta Cerai. Jadi masa iddahnya dihitung sejak suami berikrar talak di depan sidang pengadilan yang pada tanggal itu juga dikeluarkan Akta Cerainya.

    Kalau terjadi keterlambtan pembuatan Akta Cerai itu hanyalah masalah teknis pelayanan. Kalau tanggalnya selalu sama antara tanggal terjadinya ikrar tatalk dengan tanggal dikeluarkannya Akta Cerai.

    Demikian, terimakasih tuk semuanya.

    BalasHapus
  9. TANGGAL ATAS ATAU BAWAH?
    Semarang | pa-semarang.go.id
    “Tanggal mana yang dijadikan patokan untuk menghitung mulainya masa iddah bagi perempuan yang telah diputuskan perkawinannya oleh pengadilan agama, tanggal yang di atas atau yang di bawah?” Demikian antara lain pertanyaan yang diajukan oleh peserta Diklat Teknis Fungsional Peningkatan Kompetensi Jabatan Fungsional Penghulu Pertama, pada hari Ahad, tanggal 21 September 2014 kepada Drs. Wachid Yunarto, SH, hakim Pengadilan Agama Semarang yang ditugaskan untuk menjadi pengajar pada diklat hari itu. Peserta tersebut bermaksud menanyakan tanggal yang tercantum pada Akta Cerai. Nampak Wachid membuka file akta cerai yang sudah di-scan-nya, dengan bantuan fasilitas teknologi yang ada pada ruangan tersebut, Wachid lalu menjelaskan kepada para peserta, bahwa tanggal yang di atas adalah tanggal dibuatnya akta cerai oleh panitera, sedangkan tanggal yang di bawah adalah tanggal putusan pengadilan agama. “Akta cerai baru bisa dikeluarkan Panitera ketika putusan telah berkekuatan hukum tetap. Jadi yang dipedomani untuk memulai menghitung masa iddah adalah tanggal di atas.”
    Kegiatan diklat yang diselenggarakan di Balai Diklat Keagamaan Semarang tersebut diikuti oleh tiga puluh peserta pilihan dari berbagai kota/kabupaten di Jawa Tengah.Sebenarnya diklat telah berlangsung dari tanggal 8 September 2014, dan pengajar dari Pengadilan Agama Semarang menjadi pengajar terakhir sebelum post test dan penutupan. “Bertemu dan bertanya kepada nara sumber dari pengadilan agama adalah keinginan yang telah kami pendam sejak lama, pak!” Kata seorang peserta mengawali sesi dialog. Antusiasme para peserta nampak dengan banyaknya pertanyaan yang ditujukan kepada pengajar. Umumnya mereka menanyakan hal-hal praktis yang mereka hadapi dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, terkait dengan bidang hukum dan administratif. Sesi dialog nampak hidup karena pengajar terkadang balik melontarkan pertanyaan dan memancing respon para peserta.

    Wachid Yunarto yang membawakan presentasi dengan judul Kapita Selekta Masalah Perkawinan ditanya pula“Bagaimana cara membedakan akta cerai asli atau palsu? Kalau buku Kutipan Akta Nikah yang kami keluarkan telah ada pengamannya berupa hologram.” Tanya seorang peserta. Peserta lain menanyakan, “Jika sampai satu pasangan suami istri karena kejadian tertentu memiliki dua akta nikah yang dikeluarkan oleh dua PPN pada wilayah dan waktu yang berbeda, apakah perceraiannya diajukan sekali atau dua kali?”
    Pengajaran yang dimulai jam 08.00 tersebut ditutup pada jam 12.30 karena usai istirahat makan siangpara peserta akan menjalani post test untuk mengevaluasi sejauh mana penguasaan peserta terhadap materi yang telah diberikan oleh para pengajar. (penulis berita: Chidy).

    Sumber : Pengadilan Agama Semarang
    http://www.pa-semarang.go.id/

    BalasHapus
  10. Alhamdulillah Terima kasih artikelnya sangat membantu sekali..

    BalasHapus
  11. Terimakasih juga atas kunjungan dan tanggapan dan komentarnya.

    BalasHapus
  12. Maaf mohon diperjelaskan....bagaimana jika dkeluarkan akte cerai tidak sesuai sengan vinis hakim saat ketuk palu?
    Berjarak 1bulan dari putusan hakim! Terus yg berlaku yg mana ...mkasih

    BalasHapus
  13. Yang berlaku ya tanggal yang ada pada Akta Cerai. Memang jika perceraiannya cerai gugat oleh isteri, maka Akta Cerai baru dikeluarkan setelah putusan pengadilan yang telah diketuk palu mempunyai kekuatan hukum tetap, yang secara normal berjarak 14 hari.

    Beda lagi jika suami tidak diketahui alamatnya, putusan pengadilan berkuatan hukum tetap dapat lebih lama lagi karena harus diumumkan terlebih dahulu melalui media massa. Namun, apabila perceraian cerai talak oleh suami, maka saat dikeluarkan Penetapan Pengadilan langsung diikuti dikeluarkannya Akta Cerai

    Kalaupun seandainya Akta Cerainya keluar lebih lambat, tapi tanggal Akta Cerainya akan tetap sama dengan tanggal Penetapan Pengadilan Agama.Jadi tanggalnya ikut tanggal Akta Cerai. Demikian, terimakasih.

    BalasHapus

Silakan memberikan komentar di kolom ini. Atas masukan dan kritik konstruktifnya, saya ucapkan banyak terimakasih

PASANGAN HIDUP

Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). (QS. an-Nur: 26)

Maka, jadilah yang baik, kamu pun mendapatkan yang baik.

PENGHULU

Kedudukan Penghulu
Penghulu berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional di bidang kepenghuluan pada Kementerian Agama.
Tugas Penghulu
Penghulu bertugas melaksanakan kegiatan pelayanan dan bimbingan nikah atau rujuk, pengembangan kepenghuluan, dan bimbingan masyarakat Islam.

SUKSES PENGHULU

Raih Angka Kredit Penghulu: Putuskan apa yang diinginkan, tulis rencana kegiatan, laksanakan secara berkesinambungan, maka engkau pun jadi penghulu harapan.

Categories

Followers

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *