Oleh: Eko
Mardiono
Peristiwa
perceraian bagi seorang penduduk merupakan salah satu peristiwa penting. Menurut
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, peristiwa
penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian,
lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan
anak, perubahan nama, dan perubahan status kewarganegaraan (Pasal 1 ayat 17).
Dengan demikian, perceraian merupakan salah satu peristiwa penting yang harus didaftarkan dan dicatat dalam administrasi kependudukan. Peristiwa penting kependudukan tersebut harus dilaporkan oleh penduduk yang bersangkutan dan kemudian didaftar dan dicatat oleh Instansi Pemerintah yang berwenang.
Pendaftaran
dan pencatatan peristiwa penting kependudukan tersebut dilaksanakan oleh Instansi
Pemerintah sesuai dengan tugas dan fungsinya. Pelaksanaannya pun dapat
dilakukan dengan menerapkan mekanisme pelayanan berbasis teknologi informasi
dengan berbagai inovasi layanannya.
Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kulonprogo misalnya, berinovasi
meluncurkan Aplikasi Pelaporan Perceraian Terintegrasi Kulonprogo (PencarKU)
supaya dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat yang lebih efektif dan
efisien.
Menurut
Kepala Dinas Dukcapil Kulonprogo, PencarKU merupakan salah satu inovasi daerah
dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat melalui integrasi data
pelaporan perceraian ke dalam database kependudukan melalui sebuah aplikasi.
Dengan Aplikasi PencarKU, status perkawinan penduduk dalam KTP Elektronik dan Kartu Keluarga menjadi berubah berdasarkan dokumen perceraian yang diterbitkan oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri (KR 27-02-2021).
Baca:
Dukcapil Kulonprogo Luncurkan Inovasi Aplikasi ‘PencarKU’
Lalu, di mana posisi KUA Kecamatan dalam melaksanakan tugas dan fungsi pendaftaran dan pencatatan peristiwa perceraian?
Berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang ada, KUA Kecamatan sudah seharusnya
melaksanakan tugas dan fungsinya dalam pendaftaran dan pencatatan peristiwa
perceraian, khususnya perceraian penduduk yang beragama Islam.
Dalam waktu dekat ini, Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sleman akan menyelenggarakan FGD
Penguatan Kelembagaan KUA bersama Ketua Pengadilan Agama Kab. Sleman dan Kepala
Dinas Dukcapil Kab. Sleman (Sinkronisasi dan Penguatan Administrasi
Kependudukan, Data Perkawinan dan Perceraian) pada Jumat, 26 Maret 2021.
Kegiatan
FGD Penguatan Kelembagaan KUA tersebut tentunya merupakan kegiatan yang sangat
strategis. Semoga nantinya kegiatan tersebut dapat berhasil guna dan berdaya guna karena KUA Kecamatan
memang menempati posisi yang sangat penting dalam peristiwa perceraian dan
perkawinan bagi penduduk yang beragama Islam.
Menurut UU
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, KUA Kecamatan merupakan salah
satu instasi pelaksana administrasi kependudukan terhadap peristiwa perkawinan dan
perceraian. Menurut UU ini, KUA Kecamatan mempunyai kewenangan melaksanakan
urusan administrasi kependudukan pencatatan nikah, talak, cerai, dan rujuk bagi
Penduduk yang beragama Islam (Pasal 8 ayat 2).
KUA Kecamatan pun berwenang mendaftar dan mencatat peristiwa perceraian penduduk yang beragama Islam.
Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menetapkan, Panitera Pengadilan atau
Pejabat Pengadilan yang ditunjuk berkewajiban selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari mengirimkan satu helai salinan putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah yang wilayahnya
meliputi tempat kediaman penggugat dan tergugat dan kepada Pegawai Pencatat
Nikah tempat perkawinan dilangsungkan, untuk mendaftarkan putusan perceraian
dalam sebuah daftar yang disediakan untuk itu (Pasal 84 ayat 1 dan 2).
Dalam hal peristiwa perceraian ini, KUA Kecamatan mempunyai dua fungsi, yaitu: Pertama KUA Kecamatan mempunyai fungsi mendaftar peristiwa perceraian penduduk yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya (Pasal 84 ayat 1).
Fungsi pertama ini adalah dalam
rangka pembinaan keluarga sakinah dan pencegahan terjadinya perceraian bagi
warga masyarakat yang berada di wilayah kerjanya.
Di fungsi pertama inilah sejatinya jumlah perceraian di suatu daerah dihitung. Yaitu dihitung berdasarkan tempat tinggal istri (janda)-nya. Bukan dihitung berdasarkan tempat tinggal suami (duda)-nya bila suami istri tersebut telah berpisah tempat tinggal. Bukan juga dihitung berdasarkan jumlah perkara perceraian di suatu Pengadilan Agama.
Pihak-pihak suami istri yang berpekara di suatu Pengadilan Agama belum tentu penduduk setempat. Bisa jadi mereka adalah penduduk luar daerah. Mereka berperkara di Pengadilan Agama sini karena mereka hanya "berdomisili" di sini, padahal sejatinya mereka adalah bukan penduduk sini.
Hal inilah yang dapat mengakibatkan terjadinya perbedaan antara jumlah perkara perceraian di Pengadilan Agama dan jumlah peristiwa perceraian di KUA Kecamatan.
Kedua: KUA Kecamatan mempunyai fungsi
memberikan “Catatan Pinggir” dalam Akta Nikah (Akta Perkawinan), bahwa
pasangan suami istri yang bersangkutan telah bercerai (Pasal 84 ayat 2). Fungsi
kedua KUA Kecamatan ini lebih ke arah pencatatan administrasi kependudukannya.
Oleh karena itu, apabila dibuat aplikasi pendaftaran dan pencatatan perceraian bagi penduduk muslim tanpa memasukkan KUA Kecamatan ke dalam sistem aplikasi tersebut, maka akan ada administrasi kependudukan yang terputus.
Yaitu, Akta Nikah (Akta
Perkawinan) yang berada di KUA Kecamatan tidak ada “Catatan Pinggir”-nya, bahwa pasangan
suami istri yang bersangkutan telah bercerai.
Di samping
itu, KUA Kecamatan juga tidak mempunyai data perceraian dalam rangka
pelaksanaan kegiatan pembinaan keluarga sakinah dan pencegahan terjadinya
perceraian bagi penduduk muslim di wilayah kerjanya.
Sebetulnya KUA Kecamatan dapat dimasukkan ke dalam satu sistem Aplikasi Perceraian dan Perkawinan. Hal itu karena KUA Kecamatan mempunyai aplikasi SIMKAH WEBSITE (Sistem Informasi Manajemen Nikah Website). Dinas Dukcapil mempunyai aplikasi SIAK (Sistem Informasi Administrasi Kependudukan). Pengadilan Agama di antaranya mempunyai aplikasi SIPP (Sistem Informasi Penelusuran Perkara).
Ketiga sistem aplikasi
itu tentunya dapat dikolaborasikan dan diinterkoneksikan sesuai dengan
kewenangan, tugas dan fungsinya masing-masing, sehingga data perceraiannya
valid dan segera berubah sesuai dengan data update terakhir.
Data administrasi perceraian itu pun dapat dipergunakan oleh masing-masing instansi Pemerintah sesuai dengan kewenangan, tugas dan fungsinya. Demikian. Waallahu a’lam bish shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan memberikan komentar di kolom ini. Atas masukan dan kritik konstruktifnya, saya ucapkan banyak terimakasih