Materi 2 Bimwin: Mengelola Psikologi dan Dinamika Keluarga

MATERI 2 BIMWIN

Oleh: Eko Mardiono

A.   KELUARGA SUKSES DAN KELUARGA GAGAL

Keluarga yang sukses adalah keluarga yang langgeng, kompak, penuh kasih sayang, dan saling menghargai. Anggota keluarga berkomunikasi satu sama lain secara rutin dan berhasil, dan anak-anaknya sukses membentuk keluarga mereka sendiri.

 

Saat keluarga mengalami masalah kesehatan, kesulitan keuangan, dan masalah lainnya mudah beradaptasi dan mampu menghadapi krisis dengan cara yang konstruktif.

 

Keluarga yang sukses mempunyai ciri-ciri bahwa semua anggota keluarganya:

a.  Mengekspresikan penghargaan.

b.  Membagi waktu bersama.

c.  Mendorong setiap anggota keluarga

d.  Berkomunikasi secara baik.

e.  Beradaptasi.

f.   Berorientasi keagamaan/spiritual.

g.  Berinteraksi sosial.

h.  Berkomitmen terhadap keluarga.

i.   Mempunyai dan menjalankan peran yang jelas dalam keluarga.[1]

 

Adapun Keluarga yang gagal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a.  Kehidupan keluarganya tidak tenang (tidak sakinah).

b.  Kurang rasa saling cinta dan gairahnya (tidak mawaddah).

c.  Kurang tindakan saling mengasihi dan melindungi (tidak rahmah).

d.  Kurang dalam hal papan, pangan, dan sandang serta sarana dan prasarana.

e.  Tidak terbentuknya anak-anak yang siap menyongsong masa depannya.

f.  Terjadinya perselisihan dan percekcokan, bahkan mungkin terjadi perceraian.

 

B.   KOMPONEN HUBUNGAN KELUARGA

Ada tiga komponen hubungan keluarga, yaitu: komitemen, kedekatan emosi, dan gairah.

 

Komitmen, yaitu bagaimana suami-istri sama-sama memandang ikatan perkawinan sebagai ikatan yang kokoh (mitsaaqan ghalizhan) (QS. an-Nisa (4): 21).

 

Kedekatan emosi muncul dalam bentuk rasa kasih sayang, mawaddah dan rahmah, di antara pasangan suami istri (QS. ar- Rum (30):21). Mereka menjadikan pasangan sebagai pasangan jiwa, tempat berbagi kehidupan yang sesungguhnya.

 

Kedekatan emosi muncul dalam bentuk rasa kasih sayang, mawaddah dan rahmah, di antara pasangan suami istri (QS. ar- Rum (30):21). Mereka menjadikan pasangan sebagai pasangan jiwa, tempat berbagi kehidupan yang sesungguhnya.

 

Ketiga komponen itu apabila dikombinasikan, maka ada beberapa kemungkinan, yaitu sebagai berikut:

  Kedekatan Emosi + Gairah + Komitmen (Samara)

  Kedekatan Emosi + Gairah Komitmen (Rapuh)

  Gairah + Komitmen  Kedekatan Emosi (Tdk tentram)

  Komitmen + Kedekatan Emosi Gairah (Hampa)

  Kedekatan Emosi Gairah Komitmen (Persahabatan)

  Gairah Komitmen Kedekatan Emosi (Fisik)

  Komitmen Kedekatan Emosi Gairah (Empty Love)

 

Untuk menggapai kombinasi yang paling ideal, yaitu adanya kedekatan emosi, gairah, dan komitmen, sehingga menjadi Samara, maka melakukan cara-cara berikut.

  Komitmen: Menjaga Kejujuran, kesetiaan, tanggung jawab, amanah, menghindari potensi pengganggu.

  Kedekatan emosi: Menjaga keterbukaan, saling memahami, prinsip saling dengan tidak menunggu pasangan melakukan terlebih dahulu, menghindari sikap menuntut “kalau kamu bisa membahagiakan saya maka saya baru membahagiakan kamu”.

  Gairah: Bersentuhan sederhana, menyiapkan diri dengan wewangian dan pakaian yang baik, Menghabiskan waktu berdua saja.

 

C.   TAHAP PERKEMBANGAN PERKAWINAN

Pernikahan merupakan proses yang berkelanjutan dengan tahapan-tahapan yang memiliki tantangan yang berbeda-beda. Namun, banyak pasangan yang tidak memahami tantangan ini.

 

Karenanya mereka tidak siap mengelola tantangan. Mereka menjadi mudah menyerah, bahkan ada yang memilih untuk berpisah. Padahal, sebenarnya apabila dikelola dengan baik, maka setiap tahap perkembangan akan memperkuat hubungan.

 

Berikut ini tahapan-tahapan perkawinan:

Pertama Tahap Menyatu (12 - 18 Bulan)

Pada tahap menyatu ini suami dan istri mulai menyatu dan ingin membahagiakan pasangan.

 

Tantangannya adalah bagaimana kedua suami istri ini dapat mendapatkan keseimbangan kebutuhan diri masing-masing, sekaligus dapat menyatukan kebutuhan kedua belah pihak.

 

Kedua Tahap Bersarang ( 2- 3 Tahun)

Pada tahap bersarang ini kehidupan keluarga menjadi lebih ajeg. Bisa jadi sudah memiliki anak. Suami istri menjadi bersarang dalam satu keluarga dan mampu memenuhi kebutuhan finansial keluarga.

 

Tantangannya adalah bagaimana suami istri dapat mengelola perbedaan di antara keduanya. Mungkin ada pertengkaran, bahkan mungkin ada pertimbangan untuk keluar dari sarang, maka suami istri yang bersangkutan perlu mencari solusi.

 

Ketiga Tahap Kebutuhan Pribadi (3 - 4 Tahun)

Pada tahap ini perasaan untuk memenuhi kebutuhan pribadi terasa semakin kuat. Persoalan umumnya adalah bagaimana suami istri menjadi cukup yakin terhadap kekuatan hubungan perkawinan yang mereka bangun.

 

Yakin bahwa pasangannya dapat menjaga komitmen berbuat adil dalam pemenuhan kebutuhan pribadi dan keluarga. Tantangannya adalah bagaimana suami istri mampu menjaga keseimbangan hubungan. Apabila belum berhasil, maka suami istri perlu belajar kompromi di antara keduanya.

 

Keempat Tahap Kolaborasi (5 - 14 Tahun)

Pada tahap ini suami istri menjadi yakin dengan pasangannya untuk menjadi pribadi yang maju. Suami istri pada tahap ini pun mampu memberikan dukungan kepada pasangannya.

 

Persoalan umumnya adalah ada yang lupa menghargai pengorbanan pasangan dan komunikasi memburuk. Jika tidak disadari persoalan ini, maka pasangan akan menjauh.

 

Tantangannya adalah bagaimana suami istri harus berbesar hati untuk tidak membatasi diri dan dapat menjalin komunikasi yang baik supaya jarak di antara keduanya terjaga.

 

Kelima Tahap Penyesuaian (15 - 24 Tahun)

Pada tahap ini suami istri sibuk melakukan penyesuaian dengan pasangannya dalam menghadapi tantangan hidup yang baru. Suami istri sudah menemukan cara menerima pasangan, juga sudah menemukan cara yang tidak disukai pasangan.

 

Persoalan umumnya adalah pasangan suami istri sudah melewati banyak masalah, namun dapat muncul masalah baru. Misalnya: menuntut pasangan supaya menggampangkan. Menjadi putus asa karena pasangan tidak berubah.

 

Tantangannya adalah bagaimana suami istri menyadari bahwa kehidupan telah membawa banyak perubahan bagi pasangan. Bagaimana pasangan dapat menghindari sikap merasa benar sendiri dan dapat menjadi pendengar yang baik.

 

D.   PENGHANCUR DAN PEMBANGUN HUBUNGAN

Ada beberapa sikap yang dapat menghancurkan hubungan perkawinan. Di antaranya sikap-sikap berikut ini.

 

Pertama: Sikap menyalahkan dan kritik pedas. Suami istri tidak mau melihat kelebihan pasangan. Sebaliknya, ia merasa lebih hebat dibanding pasangannya. Kedua: Sikap membenci dan merendahkan. Misalnya ungkapan, “Aku menyesal menikah denganmu”.

 

Ketiga: Sikap membela dan mencari alasan. Misalnya anggapan, “Aku sibuk di luar karena dia tidak membuatku betah di rumah.” Keempat: Sikap mendiamkan dan abai. Misalnya sikap “Tidak mau bertengkar, tapi acuh dan tak peduli”.

 

Adapun sikap dan perbuatan yang dapat membangun hubungan perkawinan, di antaranya adalah berikut di bawah ini.

 

Pertama: Menyelaraskan kebutuhan diri dan pasangan. Bahwa kebutuhan diri dan kebutuhan pasangan adalah sama-sama penting dan perlu diselaraskan. Nilai adil menjadi prinsip utama dalam menjaga keseimbangan antara kedua hal (QS an-Nisa’: 129-130).

 

Kedua: Mengelola bank hubungan. Suami istri akan mengisi debet atau kredit pada bank hubungannya. Apabila suami istri berbuat baik, maka mereka mengisi debet. Sebaliknya, apabila berbuat tidak baik, maka mereka mengisi kredit, sehingga terlihat saldonya masing-masing, plus ataukah minus.

 

Setiap tindakan baik akan menambah saldo rekening. Setiap tindakan yang menyakiti akan mengurangi saldo rekening.

 

Masing-masing suami istri memiliki kesempatan yang sama untuk membangun hubungan dengan memperlakukan pasangannya dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf, QS an-Nisa’: 19).

 

Ketiga: Kematangan dalam berinteraksi. Suami istri dalam berinteraksi berdasar prinsip musyawarah (QS al-Baqarah: 23). Musyawarah dapat terwujud bila pasangan suami istri memahami bahwa demi tercapainya tujuan perkawinan diperlukan kesepakatan untuk tidak salaing mengalahkan, tetapi mencari yang terbaik bagi keluarga.

 

E.  MENGELOLA KONFLIK       

Dalam mengelola konflik, suami istri mendasarkan pada lima pilar perkawinan, yaitu:

Pertama: Pasangan (الزَّوَاجُ). “Mereka (istri) adalah pakaian bagimu dan Kamu (suami) adalah pakaian bagi mereka (istri)” (QS al-Baqarah: 187).

 

Kedua: Mitsaqan Ghalidlan (مِيْثَاقًا غَلِيْظًا). “Kamu telah bergaul satu sama lain sebagai suami istri. Istri-istrimu telah mengambil perjanjian yang kuat” (QS an-Nisa’: 21).

 

Ketiga: Mu’asyarah bil Ma’ruf (مُعَاشَرَةٌ بِالْمَعْرُوْفِ). Bergaullah dengan mereka (istri-istrimu) menurut cara yang baik” (QS an-Nisa’: 19).

 

Keempat: Musyawarah (الْمُشَاوَرَةٌ). “Musyawarahlah dengan mereka dalam suatu urusan, apabila telah berbulat tekad, tawakkallah kepada Allah” (QS Ali Imran: 159).

 

Kelima: Saling Ridha (تَرَاضٍ). “Suami istri saling ridha dan saling rela serta saling menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing.”

 

Ada beberapa sumber konflik. Di antaranya adalah:

  Ketidaksetaraan status, posisi, dan relasi

  Kebutuhan pasangan yang tidak terpenuhi.

  Perbedaan kebiasaan dan budaya pasangan dan keluarganya masing-masing.

  Perbedaan peran dan tanggung jawab, baik dalam ranah domestik maupun publik.

 

Ada beberapa tips dalam mengelola konflik, yaitu:

  Memandang perbedaan secara positif, lalu berfikir untuk mencapai WIN-WIN SOLUTION.

  Menghindari sikap-sikap yang menjadi penghancur hubungan, lalu melakukan sikap-sikap yang menjadi pembangun hubungan.

  Memulai dengan memahami terlebih dahulu, lalu membantu pasangan untuk memahami pasangannya.

  Melakukan negosiasi, membangun kesepakatan, sinergi berdua, bekerja sama, bukan sendiri-sendiri. Dari caraku-caramu, menjadi cara kita bersama.

  Selalu ingat dan mendasarkan 5 PILAR PERKAWINAN.

  Jangan ragu mencari mediasi jika diperlukan.

 

Cara mengatasi konflik keluarga dengan bijak, yaitu:

  Mengidentifikasi akar masalah,

  Berkomunikasi secara terbuka dan jujur.

  Bersikap Empati.

  Mencari solusi bersama.

  Hindari mengungkit masa lalu

  Melibatkan pihak ketiga jika diperlukan.

  Tidak mengedepankan ego

  Memaafkan dan memberi kesempatan untuk memperbaiki diri.[2]

 

Lanjut ke Materi 3 : BACA : Memenuhi Kebutuhan Keluarga

Share:

Baca Juga:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan memberikan komentar di kolom ini. Atas masukan dan kritik konstruktifnya, saya ucapkan banyak terimakasih

PASANGAN HIDUP

Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). (QS. an-Nur: 26)

Maka, jadilah yang baik, kamu pun mendapatkan yang baik.

PENGHULU

Kedudukan Penghulu
Penghulu berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional di bidang kepenghuluan pada Kementerian Agama.
Tugas Penghulu
Penghulu bertugas melaksanakan kegiatan pelayanan dan bimbingan nikah atau rujuk, pengembangan kepenghuluan, dan bimbingan masyarakat Islam.

SUKSES PENGHULU

Raih Angka Kredit Penghulu: Putuskan apa yang diinginkan, tulis rencana kegiatan, laksanakan secara berkesinambungan, maka engkau pun jadi penghulu harapan.

Categories

Followers

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *