Penyembelihan Hewan Qurban Secara Syar'i dan Higienis

Kantor Urusan Agama Kecamatan Turi bersama-sama dengan Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Pemerintah Kabupaten Sleman menyelenggarakan sosialisasi penyembelihan hewan qurban menurut Syariat Islam dan Kesehatan (higienis).

Sosialisasi ini diberikan kepada para Pengurus Takmir Masjid se-Desa Bangunkerto Kecamatan Turi pada Kamis, 01 Agustus 2019 di Aula Kantor Pemerintah Desa setempat.

Kepala Desa Bangunkerto, Anas Ma’ruf, mengharapkan kepada semua Takmir Masjid agar mengikuti semua rangkaian kegiatan yang sangat bermanfaat ini secara baik.

Ada dua materi pokok yang akan disampaikan. Yaitu, materi pertama tentang penyembelihan hewan qurban menurut Syariat Islam oleh Kepala KUA Kecamatan Turi dan materi kedua tentang penyembelihan hewan qurban menurut kesehatan (higienis) oleh dokter hewan dari Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Pemerintah Kabupaten Sleman.

Kepala KUA Kecamatan Turi, Eko Mardiono, S.Ag., MSI., menyampaikan materi tentang: (1) Pengertian Ibadah Qurban; (2) Dasar Hukum Ibadah Qurban; (3) Waktu Penyembelihan Hewan Qurban; (4) Syarat-syarat Hewan Qurban.

(5) Tata Cara Penyembelihan Hewan Qurban; (6) Penanganan dan Pembagian Daging Qurban; dan Hikmah Syariat Penyembelihan Hewan Qurban serta Higienitas Penanganan Daging Qurban dalam perspektif Islam.

Pokok bahasan materi pertama yang banyak mendapatkan perhatian dan pertanyaan dari para peserta adalah perihal ketentuan orang yang berqurban, tenaga pemotong hewan qurban, dan pembagian daging qurban, serta pembagian kulit, kepala, dan kaki hewan qurban.

Ada peserta yang bertanya, bolehkah kulit hewan qurban dijual, lalu dibelikan daging, kemudian daging tersebut dibagikan kembali kepada pihak penerima? Ada juga yang bertanya, bolehkah kepala hewan qurban diberikan kepada tenaga pemotong hewan sebagai sebuah imbalan?

Ada lagi yang bertanya, apakah kelompok qurban hewan sapi harus terdiri dari tujuh orang? Apakah tidak boleh jika kelompok qurban hewan sapi itu hanya empat atau lima orang saja? Juga pertanyaan-pertanyaan yang lain.

Eko Mardiono menjawab berbagai pertanyaan tersebut secara jelas dan tuntas serta berasas. Jawabannya di antaranya didasarkan pada Sabda Nabi Muhammad SAW, “Janganlah kamu menjual daging denda haji (Dam) dan daging qurban, makanlah dan sedekahkanlah serta ambillah manfaat kulitnya, jangan kamu jual kulit hewan itu.” (HR Ahmad).

Jawaban ini pun disampaikan secara lugas dengan tetap memperhatikan dan mempertimbangkan praktik yang selama ini telah berjalan di kalangan masyarakat (jamaah).

Terkait dengan pertanyaan tentang jumlah tujuh orang anggota kelompok qurban hewan sapi, Eko Mardiono menyampaikan sebuah hadits riwayat Muslim, bahwa sahabat Jabir R.A. meriwayatkan, “Kami menyembelih hewan qurban bersama Rasulullah SAW di Hudaibiyah berupa unta (Badanah) untuk tujuh orang dan sapi untuk tujuh orang.”

Kemudian bagaimana apabila anggota kelompok qurbannya ternyata kurang dari tujuh orang? Eko Mardiono menjawab dengan menggunakan qiyas aulawi (komparasi lebih tinggi). Memang hadits Nabi Muhammad SAW mengabarkan bahwa hewan qurban sapi itu untuk tujuh orang.

Namun, tidak mengapa (laa junaaha) apabila anggota kelompok qurban sapinya ternyata kurang dari tujuh orang karena beberapa sebab. Yang tidak diperbolehkan justru apabila anggota kelompoknya lebih dari tujuh orang.

Eko Mardiono juga memberikan alternatif, bahwa kelompok qurban yang kurang dari tujuh orang itu dapat saja masing-masing orang itu berqurban berupa satu orang satu kambing.

Alternatif ini pun tidak menyalahi ketentuan. Beribadah qurban berupa hewan kambing juga merupakan sunnah Nabi Muhammad SAW.

Adapun upah untuk tenaga pemotong hewan qurban sudah seharusnya dialokasikan anggaran (biaya) sendiri dari panitia atau shahibul qurban (orang yang berqurban).

Tidak diambilkan dari bagian hewan qurban. Kalaupun diambilkan dari bagian hewan qurban, maka diambilkanlah dari sepertiga bagian shahibul qurban. Bukan dari dua pertiga bagian yang untuk pihak penerima daging ibadah qurban.

Lantas, sah dan halalkah daging hewan qurban yang disembelih oleh tenaga pemotong hewan yang tidak shalat walaupun saat menyembelih juga membaca Bismillah? Hal ini ditanyakan oleh para takmir masjid karena masih cukup banyak tenaga pemotong hewan yang tidak shalat.

Eko Mardiono menjawab, sah dan kehalalan daging hewan sembelihan ditentukan oleh persyaratan dan tata cara penyembelihannya. Bukan oleh shalat atau tidaknya tenaga pemotong hewannya.

Walaupun demikian, sangatlah bagus dan sebagai media dakwah Islamiyah apabila semua takmir masjid bersepakat hanya akan memilih tenaga pemotong hewan qurban yang menunaikan ibadah shalat.

Sementara itu, narasumber dari Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Pemkab. Sleman, drh. Reni Yusana, MPA, menyampaikan materinya dari aspek kesehatan (higienis).

Dokter Reni menyampaikan, bahwa hewan qurban harus diperlakukan dengan ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal).

Hewan juga harus diperhatikan kesejahteraannya. Misalnya, hewan harus sudah didatangkan ke lokasi beberapa hari sebelum hari penyembelihan, sehingga hewan menjadi tenang dan tidak stres karena baru datang.

Saat penyembelihan, hewan yang belum disembelih juga dijauhkan dari tempat penyembelihan, sehingga hewan itu tidak melihat saat hewan lain disembelih.

Dengan demikian, hewan tidak merasa gelisah. Hewan pun merasa tenang.

Sebelum disembelih, hewan juga sebaiknya terlebih dahulu disiram dengan air. Hewan akan merasakan hawa dingin, sehingga aliran darahnya akan memusat ke jantung.

Dengan demikian saat disembelih, maka semua darah yang telah mengumpul di jantung akan mengalir keluar secara sempurna. Dagingnya pun akan menjadi bersih dari darah. Akhirnya dagingnya menjadi lebih berkualitas.

Dokter Reni juga mengingatkan untuk tidak mencuci jeroan hewan sembelihan di sungai. Hal itu karena akan mengakibatkan pencemaran air sungai. Lemak jeroan yang tersebar di sungai juga tidak dapat segera terurai.

Program Bersih Sungai Pemerintah Kabupaten Sleman pun akan menjadi terhambat. Selain itu, air sungai yang dipakai untuk mencuci jeroan daging sembelihan itu juga kotor, tidak higienis. Hal ini sama saja dengan mencuci jeroan daging dengan air kotor.

Sebenarnya jeroan hewan sembelihan itu dapat dicuci dengan membuat lubang yang dipasangi bis beton sedalam kurang lebih satu meter.

Isi kotoran jeroan dimasukkan ke dalam lubang bis beton. Setelah selesai lalu ditimbun tanah dan ditutup. Nantinya lembah jeroan itu akan menjadi kompos (pupuk).

Demikian, sebagian gambaran materi yang disampaikan dalam Sosialisasi Penyembelihan Hewan Qurban, baik menurut Syariat Islam maupun Kesehatan (higienis) di kecamatan Turi. Semoga bermanfaat.

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan memberikan komentar di kolom ini. Atas masukan dan kritik konstruktifnya, saya ucapkan banyak terimakasih

PASANGAN HIDUP

Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). (QS. an-Nur: 26)

Maka, jadilah yang baik, kamu pun mendapatkan yang baik.

PENGHULU

Kedudukan Penghulu
Penghulu berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional di bidang kepenghuluan pada Kementerian Agama.
Tugas Penghulu
Penghulu bertugas melaksanakan kegiatan pelayanan dan bimbingan nikah atau rujuk, pengembangan kepenghuluan, dan bimbingan masyarakat Islam.

SUKSES PENGHULU

Raih Angka Kredit Penghulu: Putuskan apa yang diinginkan, tulis rencana kegiatan, laksanakan secara berkesinambungan, maka engkau pun jadi penghulu harapan.

Categories

Followers

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *