Persetujuan dan Pencabutan Pendaftaran Nikah


Oleh: Eko Mardiono

Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Tiap-tiap perkawinan pun dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 dan 2 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).

Pencatatan perkawinan diawali dengan pemenuhan syarat-syarat nikah, pendaftaran, pemeriksaan, pengumuman, pelaksanaan, dan pencatatan nikah sampai akhirnya penyerahan Buku Nikah dan Kartu Nikah.

Adapun pendaftaran nikah diawali dengan pengajuan permohonan oleh kedua calon suami istri. Pengajuan permohonannya pun tentunya diawali pula dengan kesepakatan kedua calon suami istri untuk mendaftarkan kehendak nikahnya ke KUA Kecamatan.

Namun ternyata ada beberapa kejadian yang pendaftaran kehendak nikahnya tidak jadi dilangsungkan. Salah satu pihak dari suami atau istri justru mencabut pendaftaran kehendak nikahnya.

Dalam kondisi seperti itu, haruskah pencabutan pendaftaran nikah diajukan oleh kedua belah pihak calon suami istri ataukah boleh salah satu pihak saja sesuai dengan keputusannya masing-masing?

Pertanyaan ini mengemuka karena ada kejadian yang salah satu pihak ingin mencabut pendaftaran kehendak nikahnya, sementara pihak yang lain bersikukuh ingin tetap melangsungkan rencana pernikahanannya.

Dalam kondisi seperti itu, penghulu KUA Kecamatan pun dalam posisi yang dilematis. Apabila penghulu tidak menerima permohonan pencabutan pendaftaran nikah, kenyataannya salah satu pihak benar-benar telah mengajukan pencabutan pendaftaran nikah itu.

Sebaliknya, apabila penghulu menerima permohonan pencabutan pendaftaran nikah tersebut, kenyataanya pula pihak yang lain benar-benar tetap ingin melangsungkan pernikahan.

Apapun keputusan yang diambil oleh penghulu, semuanya akan berkonsekuensi hukum yang dapat diperkarakan di muka sidang pengadilan.

Penghulu/Kepala KUA Kecamatan Depok Kabupaten Sleman digugat di muka pengadilan sebagai tergugat II karena mengabulkan permohonan pencabutan pendaftaran nikah yang diajukan oleh salah satu pihak suami istri.

Kebetulan saat pencabutan pendaftaran kehendak perkawinan itu saya lah yang sedang bertugas sebagai Kepala KUA Kecamatan Depok Kabupaten Sleman.

Kalau sekarang ini saya bertugas sebagai Penghulu Ahli Madya di KUA Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman. 

Dalam hal ini Penghulu/Kepala KUA Kecamatan Depok digugat dengan tuduhan melanggar hukum, keadaban, dan kepatutan di masyarakat karena mengabulkan permohonan pencabutan pendaftaran nikah oleh salah satu pihak suami istri.

Tepatkah gugatan yang ditujukan pada penghulu tersebut dan bagaimana supaya penghulu dapat terbebas dari gugatan-gugatan itu terhadap dirinya?

Menurut hemat saya,  pertama-tama yang harus dilakukan oleh penghulu saat ada salah satu pihak yang mengajukan pencabutan pendaftaran nikah adalah memediasi kedua calon suami istri untuk menyepakati keputusan yang terbaik bagi keduanya.

Kedua calon suami istri diarahkan untuk bersepakat supaya tetap melangsungkan rencana pernikahannya. Jika tidak berhasil, kemudian diarahkan untuk bersepakat akan sama-sama mencabut rencana pernikahannya.

Apabila keduanya dapat bersepakat untuk sama-sama melangsungkan pernikahannya atau bersepakat untuk sama-sama mencabut rencana pernikahannya, maka permasalahannya sudah selesai.

Namun, apabila ternyata keduanya tidak dapat bersepakat, maka penghulu harus membuat keputusan apakah ia akan menerima ataukah akan menolak permohonan pencabutan tersebut?

Menurut pendapat saya, setelah penghulu tidak berhasil memediasi di antara keduanya, maka penghulu akan lebih tepat apabila menerima permohonan pencabutan pendaftaran nikah oleh salah satu pihak tersebut. Pilihan putusan saya ini saya dasarkan pada beberapa alasan.

Pertama: Pencabutan pendaftaran nikah adalah hak masing-masing calon suami dan istri. Penghulu dapat digugat ke muka Pengadilan jika ternyata putusan penghulu yang menolak permohonan pencabutan pendaftaran nikah mengakibatkan kerugian bagi suami atau istri.

Kedua: Karena salah satu pihak telah memutuskan untuk mencabut pendaftaran nikahnya dan telah memutuskan pula untuk tidak melangsungkan rencana pernikahannya, maka pada akhirnya rencana akad nikahnya pasti tidak jadi dilaksanakan.

Padahal di sisi lain, KUA Kecamatan harus tetap menyiapkan Akta Nikah, Buku Nikah, dan Kartu Nikah lengkap dengan Nomor dan Tanggal Akta Nikahnya bagi pendaftaran nikah yang dimohonkan untuk dibatalkan tersebut karena masih terdaftar dan secara resmi belum dicabut dari pendaftaran kehendak nikah di KUA Kecamatan. 

Pada saat yang bersamaan KUA Kecamatan juga harus memberi nomor urut Akta Nikah peristiwa-peristiwa pelaksanaan akad nikah lainnya yang bisa jadi jumlahnya cukup banyak.

Dengan tidak jadinya pelaksanaan akad nikah yang sudah ditetapkan nomor akta nikahnya, maka hal itu akan merusak penomoran nomor urut Akta Nikah dan juga akan menghambat kecepatan pelayanan penerbitan Buku Nikah bagi pasangan suami istri lainnya yang harus segera diserahkan sesaat setelah akad nikah dilaksanakan.

Ketiga: Peraturan perundang-undangan yang berlaku telah menentukan bahwa pelaksanaan akad nikah harus didasarkan pada persetujuan kedua calon suami istri.

Ketika ada salah satu pihak yang bersikukuh mencabut pendaftaran kehendak nikahnya, maka itu artinya sudah tidak ada lagi persetujuan dari kedua belah pihak calon suami istri.

Pasal 6 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pun menegaskan, perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon suami istri.

Perkawinan harus disetujui oleh kedua belah pihak karena perkawinan mempunyai tujuan supaya suami dan istri dapat membentuk keluarga yang kekal dan bahagia dan sesuai dengan hak asasi manusia (Pasal 6 Penjelasan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).

Oleh karenanya, Penghulu dapat menerima dan mengabulkan permohonan pencabutan pendaftaran kehendak pernikahan oleh salah satu pihak, suami atau istri. 

Berdasarkan peraturan perundangan dan argumen di atas, maka kiranya penghulu dapat diputus bebas oleh hakim Pengadilan dari tuduhan melanggar hukum, keadaban, dan kepatutan di masyarakat karena mengabulkan permohonan pencabutan pendaftaran perkawinan oleh salah satu pihak suami atau istri.

Demikian narasi dan argumentasi dari saya bagi penghulu/kepala KUA Kecamatan yang menghadapi gugatan di muka pengadilan karena mengabulkan permohonan pencabutan pendaftaran nikah oleh salah satu pihak suami atau istri.
Semoga bermanfaat. Waallahu a’lam bish-shawab.

Share:

2 komentar:

  1. Narasi ini perlu dibaca khususnya oleh penghulu dan hakim PN

    BalasHapus
  2. Ya terimakasih pak Surahmat An-Nashih.

    Insya Allah, dg menghadapi persoalan, akan menambah luas wawasan.

    BalasHapus

Silakan memberikan komentar di kolom ini. Atas masukan dan kritik konstruktifnya, saya ucapkan banyak terimakasih

PASANGAN HIDUP

Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). (QS. an-Nur: 26)

Maka, jadilah yang baik, kamu pun mendapatkan yang baik.

PENGHULU

Kedudukan Penghulu
Penghulu berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional di bidang kepenghuluan pada Kementerian Agama.
Tugas Penghulu
Penghulu bertugas melaksanakan kegiatan pelayanan dan bimbingan nikah atau rujuk, pengembangan kepenghuluan, dan bimbingan masyarakat Islam.

SUKSES PENGHULU

Raih Angka Kredit Penghulu: Putuskan apa yang diinginkan, tulis rencana kegiatan, laksanakan secara berkesinambungan, maka engkau pun jadi penghulu harapan.

Categories

Followers

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *