Posisi Penting
Harta Benda Wakaf
Di tengah dinamika kehidupan sosial ekonomi
masyarakat pada era sekarang ini, keberadaan lembaga wakaf menjadi sangat
strategis. Lembaga wakaf sebagai filantropi Islam mempunyai dua dimensi, dimensi spiritual dan
dimensi sosial.
Dalam dimensi spiritual, lembaga wakaf berperan
dalam memupuk kualitas dan kesempurnaan beribadah umat. Dalam dimensi sosial,
lembaga wakaf berperan dalam
pembangunan kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Oleh karenanya, harta benda wakaf sudah seharusnya terkelola secara baik dan terlindungi keberadaanya. Namun, di lapangan ada beberapa harta benda wakaf yang
menghadapi berbagai persoalan
dengan dinamikanya masing-masing.
Persoalan-persoalan wakaf itu diantaranya adalah
tanah wakaf yang sudah diikrarkan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
(PPAIW) dan sudah diterbitkan Akta Ikrar Wakaf (AIW) serta sudah ditetapkan
Nadzirnya (pengelolanya), namun prosesnya berhenti dan tidak dilanjutkan.
Bahkan, ikrar tanah wakafnya akan dibatalkan. Kemudian akan diikrarkan ulang dengan nadzir yang baru. Pertimbangannya
adalah tanah wakaf tersebut belum bersertifikat tanah wakaf dari BPN. Baru
diterbitkan AIW oleh PPAIW. Nadzir wakafnya pun akan diganti.
Persoalannya sekarang: (1) Dapatkah ikrar tanah wakaf dibatalkan karena belum terbit sertifikat
tanah wakaf dari BPN? (2) Dapatkah
dilaksanakan ikrar tanah wakaf ulang dengan nadzir yang baru? (3) Bagaimana
sebenarnya kekuatan pembuktian AIW dan nadzir wakaf yang telah ditetapkan oleh
PPAIW KUA Kecamatan?
Akta Ikrar Wakaf Bukti Sempurna Wakaf
Peraturan perundang-undangan menetapkan, harta
benda wakaf yang sudah diikrarkan tidak dapat dibatalkan, baik oleh salah satu
pihak (wakif) maupun oleh kedua belah pihak (wakif dan nadzir).
Pasal 3 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf menegaskan, wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan.
Namun, apabila ternyata ikrar wakaf tanahnya
dibatalkan sendiri oleh wakif yang bersangkutan karena belum terbit sertifikat
tanah wakaf dari BPN, bolehkah dilaksanakan ikrar wakaf ulang dengan nadzir
yang baru.
Berdasarkan UU Nomor 41 Tahun 2004 pasal 3, harta benda yang telah diikrarkan wakaf
oleh wakif di hadapan PPAIW tidak dapat dicabut. Oleh karenaya, tidak dapat
pula dilaksanakan ikrar wakaf ulang, apalagi ikrar wakafnya dengan nadzir wakaf
yang baru pula.
Apabila ikrar wakafnya dicabut dan kemudian
diikrarkan wakaf ulang, maka hal itu sama artinya menganggap tidak pernah ada
Akta Ikrar Wakaf yang telah diterbitkan oleh PPAIW dan nadzir wakaf yang telah
ditetapkan oleh PPAIW pula. Hal itu sama artinya menafikan eksistensi
PPAIW.
Padahal ikrar wakaf itu benar-benar telah
dilaksanakan oleh wakif di hadapan PPAIW dan ikrar wakaf itu juga benar-benar
telah dituangkan dalam AIW serta nadzir wakafnya telah ditetapkan oleh PPAIW
pula.
Mengapa sampai ada yang menganggap, ikrar wakaf di
hadapan PPAIW dapat dibatalkan dan kemudian diikrarkan ulang dengan nadzir
wakaf yang baru?
Hal itu sampai
terjadi karena beberapa sebab. Di antaranya bisa jadi karena masih ada yang menganggap,
bukti tanah wakaf hanyalah sertifikat tanah wakaf yang dikeluarkan oleh BPN.
Mereka seakan
menganggap, selama belum ada sertifikat tanah wakaf yang dikeluarkan oleh BPN,
maka ikrar wakafnya dianggap belum terjadi walaupun telah diterbitkan AIW oleh
PPAIW. AIW dianggap hanyalah merupakan salah satu syarat pengurusan sertifikat
tanah wakaf di BPN.
Padahal sebenarnya AIW itu sendiri
merupakan sebuah akta otentik. AIW itu merupakan akta otentik atas pernyataan kehendak wakif yang
mewakafkan harta benda miliknya guna dikelola oleh nadzir sesuai dengan
peruntukan harta benda wakaf yang dituangkan dalam bentuk akta (Pasal 1 ayat 6
PP Nomor 42 Tahun 2006).
AIW sebagai sebuah
akta otentik pun mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. AIW sebagai sebuah
akta otentik mempunyai 3 (tiga) kekuatan pembuktian, yaitu kekuatan pembuktian
lahir (uitwendige bewijskracht), kekuatan pembuktian formil (formele
bewijskracht), dan kekuatan pembuktian materiil (materieel bewijskracht).
Kekuatan
pembuktian lahir (uitwendige bewijskracht) dari AIW terletak pada naskah
otentik itu sendiri yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam
pembuatan AIW. Dengan adanya AIW, maka dengan sendirinya telah terbukti bahwa
harta benda wakaf itu telah diwakafkan.
Apabila ada pihak
yang menganggap AIW itu tidak benar, maka pembuktian tidak benarnya AIW itu
dibebankan pada pihak yang menyangkal otentisitas AIW tersebut. Selama
tidak ada bukti sebaliknya, maka pembuktian AIW itu dianggap benar adanya.
Kekuatan pembuktian
formil (formele bewijskracht) dari AIW terletak pada pembuktian
kebenaran yang dilihat, didengar, dan dikerjakan oleh PPAIW. Oleh karenanya,
dianggap pasti benar tentang hari, tanggal, tempat dibuatnya AIW tersebut, dan
tanda tangan oleh PPAIW dan para pihak.
PPAIW dan para
pihak yang menandatangani AIW pun dianggap benar-benar menerangkan segala hal
yang tertuang dalam AIW itu.
Demikianlah
kekuatan pembuktian formil (formele bewijskracht) dari AIW sebagai
sebuah akta otentik yang diterbitkan oleh PPAIW.
Adapun kekuatan
pembuktian materiil (materieel bewijskracht) dari AIW adalah bahwa isi
dari keterangan dalam AIW tersebut dianggap benar bagi PPAIW dan para pihak
yang membuat keterangan itu.
Apabila ada pihak
lain yang menganggap keterangan AIW itu tidak benar, maka pihak lain itulah
yang dibebani untuk membuktikan kebenaran sanggahannya. Selama tidak terbukti
sebaliknya, maka keterangan dalam AIW itu dianggap benar adanya.
Demikianlah
kekuatan AIW sebagai sebuah akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian
sempurna yang meliputi 3 (tiga) pembuktian. Yaitu kekuatan pembuktian lahir (uitwendige
bewijskracht), kekuatan pembuktian formil (formele bewijskracht),
dan kekuatan pembuktian materiil (materieel bewijskracht).
Oleh karena itu,
ikrar wakaf dan AIW tidak dapat dibatalkan begitu saja walaupun belum terbit
sertifikat tanah wakaf dari BPN. Ikrar wakaf ulang pun tidak diperlukan karena
ikrar wakafnya tidak dapat dibatalkan.
AIW merupakan akta
otentik sebagai bukti sempurna bahwa suatu harta benda telah diwakafkan.
Pergantian
Nadzir Wakaf
Apabila ternyata
wakifnya merasa tidak tepat dalam memilih nadzir wakaf saat ikrar wakaf dahulu
kemudian menginginkan ganti nadzir, lantas dapatkah ikrar wakafnya diulang
dengan nadzir yang baru?
Pertanyaan di atas
mengemuka karena AIW dipahami bukan sebagai sebuah akta otentik yang mempunyai
kekuatan pembuktian yang sempurna dan tidak pula didasarkan pada pasal 3 UU
Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, bahwa wakaf yang telah diikrarkan tidak
dapat dibatalkan.
Sebenarnya
kalaupun wakif ataupun pihak-pihak tertentu menghendaki ganti nadzir, maka hal
itu ada ketentuannya tersendiri dalam peraturan perundang-undangan. Tidak
dengan serta merta meminta untuk mengulang ikrar wakaf yang telah dituangkan
dalam Akta Ikrar Wakaf oleh PPAIW.
Pasal 45 UU Nomor
41 Tahun 2004 menetapkan bahwa dalam mengelola dan mengembangkan harta benda
wakaf, nadzir dapat diberhentikan dan diganti dengan nadzir lain karena
beberapa alasan. Pemberhentian dan penggantian nadzirnya dilaksanakan oleh
Badan Wakaf Indonesia.
Badan Wakaf
Indonesia pun telah mengeluarkan Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 3 Tahun
2008 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Penggantian Nazhir Harta Benda Wakaf
Tidak Bergerak Berupa Tanah.
Apabila nadzirnya
telah diganti, harta benda wakafnya kemudian didaftarkan atas nama nadzir yang
mengganti. Namun, terdaftarnya harta benda wakaf atas nama nadzir pengganti itu
tetap tidak membuktikan kepemilikan nadzir atas harta benda wakaf tersebut. Harta
benda wakaf adalah milik umat sebagai mauquf alaih (pengguna).
Masa bakti nazhir
adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali. Dengan demikian, nazhir wakaf
diperbaharui setiap 5 (lima) tahun sekali (Pasal 14 PP Nomor 42 Tahun 2006).
Nadzir pun wajib
membuat laporan pelaksanaan tugasnya kepada Menteri dan Badan Wakaf Indonesia
(Pasal 13 PP Nomor 42 Tahun 2006).
Pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf yang dilakukan oleh nadzir baru karena
penggantian nadzir lama, harus dilakukan dengan tetap memperhatikan peruntukan
harta benda wakaf yang ditetapkan oleh wakif pada saat ikrar wakaf dahulu
sebagaimana tertuang dalam AIW.
Eksistensi AIW
dan PPAIW
Berdasarkan
peraturan perundang-undangan sebagaimana diuraikan di atas, tampak bahwa wakaf
yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan walaupun belum terbit sertifikat
tanah wakaf dari BPN. Oleh karenanya, tidak ada ikrar wakaf ulang.
AIW sebagai sebuah
akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian sempurna yang meliputi 3 (tiga)
pembuktian. Yaitu kekuatan pembuktian lahir (uitwendige bewijskracht),
kekuatan pembuktian formil (formele bewijskracht), dan kekuatan
pembuktian materiil (materieel bewijskracht).
Kalaupun
dikehendaki pergantian nadzir, maka harus diajukan permohonan ganti nadzir wakaf
atas nadzir wakaf sebelumnya yang telah ditetapkan. Pergantian nadzir wakaf ini
dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia menurut ketentuan yang berlaku.
Pada akhirnya di
sertifikat tanah wakaf yang diterbitkan oleh BPN didaftarkan atas nama nadzir wakaf
yang baru. Namun, terdaftarnya harta benda wakaf atas nama nadzir tersebut
tidak membuktikan kepemilikan nadzir atas harta benda wakaf.
Harta benda wakaf
adalah milik umat sebagai mauquf alaih (pengguna) untuk dikelola dan
dikembangkan oleh nadzir sesuai dengan peruntukan yang telah ditetapkan oleh
wakif pada saat ikrar wakaf sebagaimana tertuang dalam AIW.
Pelayanan dan
bimbingan wakaf merupakan salah satu tugas dan fungsi Kantor Urusan Agama
Kecamatan.
Oleh karenanya,
administrasi dan pelayanan bimbingan wakaf sudah semestinya mendapatkan
perhatian dari semua pihak sebagaimana perhatian terhadap tugas fungsi
pelayanan nikah/rujuk dan tugas fungsi-tugas fungsi KUA Kecamatan
lainnya.
Demikian semoga bermanfaat dan terimakasih. Waallahu a'lam bish shawab.
Demikian semoga bermanfaat dan terimakasih. Waallahu a'lam bish shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan memberikan komentar di kolom ini. Atas masukan dan kritik konstruktifnya, saya ucapkan banyak terimakasih