Lebih Utama Mana Kurban Sapi atau Kambing?

Oleh: Eko Mardiono

Pertanyaan
Ada seorang Shahibul Qurban (orang yang berkurban) pada saat penyembelihan hewan kurban Idul Adha 1441 H/2020 M di Masjid Ussisa Alat Taqwa Geblog, Cangkringan, Sleman yang bertanya. Ia bertanya beberapa hal, yaitu:
1.    Lebih utama mana berkurban sapi atau berkurban kambing?

2.    Dapatkah kurban hewan tidak ditentukan shahibul qurban-nya?
Hal ini ditanyakan karena di kalangan masyarakat banyak orang yang lebih memilih untuk ikut berkurban sapi berkelompok 7 (tujuh) orang, padahal kelompoknya sudah penuh 7 (tujuh) orang.
Sementara itu, shahibul qurban yang lain tidak mau berkurban berupa kambing karena dagingnya lebih sedikit dibandingkan berkurban berupa sapi.
 
3.   Dalam pembagian 1/3 (sepertiga) daging kurban untuk shahibul qurban-nya dalam peristiwa seperti itu, dapatkah pembagian dagingnya disamaratakan untuk semua shahibul qurban, baik yang berkurban hewan sapi atau yang berkurban hewan kambing?
 
Sehingga, mereka sama-sama mendapatkan bagian yang sama dari sepertiga daging sapi dan dari sepertiga dari daging kambing.
 
Jawaban
Terimakasih atas pengajuan pertanyaannya. Akan dijawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Semoga dapat dijawab dengan tepat dan sesuai Syariat serta dapat memberikan jalan keluar dalam menghadapi dinamika pengamalan ajaran agama di tengah-tengah masyarakat.

Pertanyaan Pertama: Lebih utama mana berkurban sapi atau berkurban kambing?

Jawab: Apabila ibadah hewan kurbannya adalah masing-masing oleh satu orang atau sendiri, maka urutan keutamannya adalah pertama berkurban berupa unta oleh satu orang, kemudian kedua berkurban berupa sapi oleh satu orang, kemudian ketiga berkurban berupa kambing oleh satu orang.
 
Dalam hal urutan keutamaan jenis hewan ini memang tidak ada hadis Nabi SAW yang secara langsung menerangkan tentang keutamaan jenis hewan kurban Walaupun demikian, hal ini dapat diqiyaskan (dikomparasikan) pada hadits Nabi Muhammad SAW yang memberikan gambaran imbalan pahala bagi gelombang orang yang datang berjamaah shalat Jumat di masjid.
 
Nabi Muhammad SAW bersabda:
مَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْأُولَى فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً
Artinya: “Barangsiapa yang berangkat (shalat Jum’at) pada jam pertama, maka seakan-akan dia berkurban dengan unta; Barangsiapa yang berangkat pada jam ke-2, maka seakan-akan dia berkurban dengan sapi; Barangsiapa yang berangkat pada jam ke-3, maka seakan-akan dia berkurban dengan kambing jantan; Barangsiapa yang berangkat pada jam ke-4, maka seakan-akan dia berkurban dengan ayam; Barangsiapa yang berangkat pada jam ke-5, maka seakan-akan dia berkurban dengan telur.” [HR Bukhari Muslim]
 
Hanya saja, urutan keutamaan jenis hewan Kurban akan berbeda apabila berkurbannya berupa unta atau sapi tetapi tidak oleh satu orang, melainkan oleh 7 (tujuh) orang. Urutan keutamaan berkurbannya berubah menjadi yang pertama berkurban kambing satu orang, kemudian kedua berkurban unta tujuh orang, kemudian ketiga kurban sapi tujuh orang.

Jadi, dalam hal ini yang lebih utama adalah berkurban berupa kambing satu orang daripada berkurban sapi berkelompok 7 (tujuh) orang.
 
Jawaban keutamaan berkurban berupa kambing ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW, bahwasanya beliau berkurban berupa kambing.
عَنْ أَنَسٍ أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَحَّى بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ الْكَرِيْمَةِ سَمَّى وَكَبَّرَ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: Dikabarkan oleh Anas bahwasanya Rasulullah telah berkurban dengan dua ekor kambing yang baik-baik. Beliau sembelih sendiri. Beliau baca bismillah dan bertakbir (HR Bukhari Muslim).
 
Sahabat Abu Ayyub berkata:
كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِه.
Artinya: ”Pada masa Rasulullah SAW seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai kurban bagi dirinya dan keluarganya.” [HR Tirmidzi]
 
Banyak ulama yang menyatakan bahwa berkurban seekor kambing adalah lebih utama dibandingkan berkurban seekor sapi berkelompok 7 (tujuh) orang.
 
Ibnu Qudamah  (Hanabilah) menyatakan:
والشاة أفضل من شرك (أي : الاشتراك) في بدنة, لأن إراقة الدم مقصودة في الأضحية, والمنفرد يتقرب بإراقته كله.
Artinya: “Berkurban seekor kambing lebih utama dibandingkan berkurban berkelompok berupa unta. Hal itu karena tujuan utama ibadah kurban adalah iraqah ad-dam (menumpahkan darah). Satu orang, bisa berkurban dengan menyembelih satu ekor utuh.” (al-Mughni, 9/439).
 
As-Syirazi (Syafiiyah) menyatakan:
والشاة أفضل من مشاركة سبعة في بدنة أو بقرة لأنه يتفرد بإراقة دم.
Artinya: “Berkurban dengan seekor kambing adalah lebih afdhal dibandingkan berkurban berkelompok berupa unta atau sapi bersama 7 (tujuh) orang, karena berkurban seekor kambing berarti menumpahkan  darah (menyembelih) sendirian.” (al-Muhadzab, 1/433).

Ibnu Utsaimin menjelaskan:
الأفضل من الأضاحي : الإبل ، ثم البقر إن ضحى بها كاملة ، ثم الضأن ، ثم المعز ، ثم سُبْع البدنة ، ثم سبع البقرة.
Artinya: “Kurban yang paling afdhal adalah unta, lalu sapi jika kurbannya utuh (tidak berkelompok), kemudian domba, kemudian kambing, kemudian sepertujuh unta, kemudian sepertujuh sapi.” (Ahkam al-Udhhiyah)
 
Akan tetapi, ada ulama lain yang berpandangan berbeda, yaitu bahwa kalaupun Rasulullah SAW berkurban berupa kambing, tetapi hal itu karena beliau berkeinginan tidak memberatkan umatnya.
 
Menurut ulama ini, Nabi Muhammad SAW dalam memberikan contoh tidak selalu memilih yang paling baik, tetapi memilih yang memudahkan umatnya.
 
Pandangan seperti itu sebagaimana pernyataan ulama tersebut seperti berikut ini:
إنه صلى الله عليه وسلم قد يختار غير الأولى رفقاً بالأمة؛ لأنهم يتأسون به، ولا يحب صلى الله عليه وسلم أن يشق عليهم، وقد بين فضل البدنة على البقر والغنم كما سبق.
Artinya: “Nabi Muhammad SAW terkadang tidak memilih yang terbaik karena rasa sayang Beliau SAW kepada umatnya. Hal itu  karena umat manusia akan berusaha mengikuti perbuatan Beliau SAW. Beliau SAW tidak ingin memberatkan umatnya dan Beliau pun telah menjelaskan keunggulan unta dibandingkan sapi dan kambing.” [Fatwa AL-Lajnah Ad-Daimah 11/398]
 
Dengan demikian, untuk di Indonesia yang tidak ada hewan untanya, maka urutan terbaik hewan kurbannya adalah sebagai beriktu pertama kurban berupa sapi untuk satu orang, kemudian kedua kurban kambing untuk satu orang, kemudian ketiga kurban sapi untuk tujuh orang.
 
Namun, untuk berkurban yang berkelompok, maka urutan keutamannya berubah, yaitu yang pertama kurban kambing satu orang, kemudian yang kedua kurban sapi untuk tujuh orang.
 
Sebenarnya semua jenis hewan kurban, baik unta, sapi ataupun kambing adalah baik sesuai dengan kondisi wilayah dan kemampuan masing-masing orang yang akan berkurban.
 
Hal ini sebagaimana yang ditekankan oleh syaikh Abdul Aziz bin Baz, bahwa setelah menjelaskan urutannya, beliau mengatakan bahwa semua jenis hewan adalah baik untuk berkurban:
فالمقصود أن الضحية بالغنم أفضل، ومن ضحى بالبقرة أو بالإبل -الناقة عن سبعة والبقرة عن سبعة- كله طيب.
Artinya: “Bahwa berkurban dengan kambing memang lebih baik daripada berkurban sapi dan unta berkelompok tujuh orang. Walaupun demikian. semua jenis hewan kurban adalah baik."
 
Memang harus diakui apabila berkurbannya berupa sapi, maka daging hewan kurbannya akan lebih banyak dibandingkan dengan berkurban berupa kambing.
 
Ibadah kurban itu memang sejatinya juga ada dimensi ibadah sosialnya. Yaitu dengan beribadah kurban, seseorang dapat memberikan daging kurban minimal duapertiganya pada orang banyak.
 
Akhirnya, masalah keutamaan jenis hewan semuanya kembali kepada niat dan pertimbangan masing-masing shahibul qurban (orang yang berkurban). Apakah akan berkurban sapi ataukah akan berkurban kambing.
 
Berkurban kambing pun tidak kalah utamanya dibandingkan berkurban dengan sapi.

Pertanyaan Kedua: Dapatkah kurban hewan tidak ditentukan shahibul qurban-nya?

Jawab: Secara prinsip ibadah kurban harus jelas siapa shahibul qurbannya (siapa orang yang berkurban) dan harus jelas berupa apa hewan kurbannya.

Hal itu karena terkait dengan niat shahibul qurban, apakah dia berniat berkurban berupa sapi ataukah berniat berkurban berupa kambing dan juga terkait dengan hak sepertiga bagian dari daging hewan qurban yang akan diterimanya.
 
Permasalahan ini mengemuka karena di tengah-tengah masyarakat banyak orang yang lebih memilih untuk ikut berkurban berupa sapi berkelompok 7 (tujuh) orang dibandingkan berkurban kambing, padahal kelompok kurban sapinya sudah penuh 7 (tujuh) orang.
 
Sementara itu, shahibul qurban lainnya tidak mau berkurban berupa kambing karena menganggap dagingnya lebih sedikit dibandingkan dengan daging kurban sapi.
 
Dalam hal ini, sejatinya yang perlu dipahami oleh semua pihak ialah bahwa yang sampai ke hadirat Allah SWT adalah takwanya, bukan dagingnya. Allah SWT berfirman:
 لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقۡوَىٰ مِنكُمۡۚ٣٧
Artinya: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamu lah yang dapat mencapainya.” (QS. al-Hajj: 37)

Berdasarkan firman Allah SWT di atas, memang yang sampai kepada Allah SWT adalah takwanya, bukan dagingnya.

Namun, yang perlu diingat pula bahwa segala amal perbuatan manusia tergantung pada niatnya. Setiap orang pun akan mendapatkan pahala (imbalan) dari Allah SWT sesuai dengan yang diniatkannya.

Apabila seseorang berniat berkurban sapi, maka ia akan mendapatkan pahala berkurban sapi. Begitu juga jika ia berniat berkurban kambing, maka ia pun akan mendapatkan pahala berkurban kambing. 

Nabi Muhammad SAW bersabda:

اِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ و اِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى....(رواه البخاري ومسلم)

Artinya: Sesungguhnya amal perbuatan orang tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan (pahala) sesuai dengan niatnya (HR Bukhari dan Muslim)

Adapun jika di tengah-tengah masyarakat ada shahibul qurban yang semuanya menginginkan mendapatkan bagian yang sama karena mereka iurannya sama, maka dapat ditempuh langkah-langkah sebagai berikut.

Pertama-tama harus ditentukan terlebih dahulu, siapa di antara para shahibul qurban yang distatuskan dan berniat berkurban sapi dan siapa yang distatuskan dan berniat berkurban kambing.

Langkah pertama ini penting karena terkait dengan hadis Nabi SAW bahwa amal ibadah seseorang tergantung pada niatnya. Dengan demikian, harus ditentukan siapa yang berkurban sapi dan siapa yang berkurban kambing.

Pertanyaan Ketiga: Dapatkah pembagian dagingnya disamaratakan untuk semua shohibul qurban, baik yang distatuskan dan berniat berkurban sapi ataupun yang distatuskan dan berniat berkurban kambing?

Jawab: Dalam peristiwa seperti ini, pembagian daging kurban untuk semua shahibul qurban dapat disamaratakan, tetapi dengan syarat para shahibul qurban terlebih dahulu dan telah bersepakat untuk mengumpulkan kembali bagian daging yang telah diterimanya menjadi satu, kemudian dibagi rata di antara mereka.

Jadi para shahibul qurban terlebih dahulu bersepakat dan merelakan, bahwa bagian sepertiga daging hewan qurban yang telah mereka terima itu dikumpulkan kembali menjadi satu, baik yang bagian daging qurban sapi ataupun yang berupa bagian daging kurban kambing.

Kesepakatan dan kerelaan para shahibul qurban ini tidak menyalahi ketentuan aturan hukum karena daging qurban tersebut sudah menjadi hak milik masing-masing shahibul qurban.

Misalnya ada 9 (sembilan) shahibul qurban. Masing-masing memberikan iuran yang sama, yaitu sebesar Rp. 3 juta. Kemudian terkumpul uang Rp. 27 juta. Lalu, dibelikan seekor sapi Rp. 21 juta dan 2 (dua) ekor kambing Rp. 6 juta.

Dalam hal ini, tujuh orang shahibul Qurban terlebih dahulu harus distatuskan dan berniat berkurban sapi. Dua orang shahibul qurban lainnya distatuskan dan berniat berkurban kambing.

Lalu, sepertiga bagian daging sapi dikumpulkan jadi satu dengan sepertiga bagian daging kambing. Kemudian dibagi rata untuk 9 (sembilan) orang shohibul qurban.

Dengan langkah-langkah seperti ini, maka niat shohibul qurban terpenuhi dan pemerataan bagian daging di antara semua shohibul qurban juga terpenuhi. Masyarakat penerima daging kurban pun terpenuhi haknya 2/3 (dua pertiga) daging hewan kurban.

Pendapat seperti ini didasarkan pada beberapa dasar (dalil), yaitu:

Dasar Pertama: Bahwa yang sampai kepada Allah SWT adalah ketakwaannya, bukan dagingnya sebagaimana firman Allah SWT surat al-Hajj ayat 37.

 لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقۡوَىٰ مِنكُمۡۚ٣٧

Artinya: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamu lah yang dapat mencapainya.” (QS. al-Hajj: 37)

Dengan demikian, tidak jadi permasalahan apakah kurbannya itu berupa sapi ataukah berupa kambing karena yang sampai ke Allah SWT adalah takwanya, bukan dagingnya.

Dasar Kedua: Bahwa hal itu tidak mengurangi hak 2/3 (dua pertiga) bagian daging sapi dan hak 2/3 (dua pertiga) bagian daging kambing bagi orang lain (masyarakat) yang berhak menerima (mustahiq). Shahibul qurban pun hanya mengambil haknya sendiri, yaitu mengambil bagian dari sepertiga daging sapi dan dari sepertiga daging kambing sesuai dengan status dan niat masing-masing.

Kalaupun ada perbedaan asal daging dari sapi dan dari kambing di antara shahibul qurban, maka bagian sepertiga daging kurban itu sejatinya sudah menjadi niat dan hak milik masing-masing shahibul qurban itu, yang mereka sudah bersepakat dan saling merelakan untuk saling bertukar daging sapi dan kambing yang telah mereka terima.

Dasar Ketiga: Bahwa hal itu tetap memenuhi fungsi ibadah sosial dari Syariat ibadah kurban. Yaitu tetap dapat memberikan bagian 2/3 (dua pertiga) daging sapi dan 2/3 (dua pertiga) daging kambing kepada masyarakat.

Dalam hal ini, shahibul qurban tetap dapat memberikan bagian 2/3 (dua pertiga) daging sapi, juga tetap dapat memberikan bagian 2/3 (dua pertiga) daging kambing kepada masyarakat.

Demikian jawaban atas tiga pertanyaan di atas yang dapat diberikan.

Semoga jawaban ini menjadi sebuah jawaban yang sesuai dengan ketentuan Syariat Islam dan dapat memberikan jalan keluar atas persoalan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Amiin. Wallahu a’lam bish shawab.

Share:

4 komentar:

  1. Alhamdulillah... terima kasih pencerahannya

    BalasHapus
  2. Ya, kembali kasih. Semoga bermanfaat bagi semua.

    BalasHapus
  3. Subhanallah, memberi solusi yang berdalil.

    BalasHapus
  4. Terimakasih pak Surahmat An-Nashih. Kita sama-sama saling mengisi.

    BalasHapus

Silakan memberikan komentar di kolom ini. Atas masukan dan kritik konstruktifnya, saya ucapkan banyak terimakasih

PASANGAN HIDUP

Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). (QS. an-Nur: 26)

Maka, jadilah yang baik, kamu pun mendapatkan yang baik.

PENGHULU

Kedudukan Penghulu
Penghulu berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional di bidang kepenghuluan pada Kementerian Agama.
Tugas Penghulu
Penghulu bertugas melaksanakan kegiatan pelayanan dan bimbingan nikah atau rujuk, pengembangan kepenghuluan, dan bimbingan masyarakat Islam.

SUKSES PENGHULU

Raih Angka Kredit Penghulu: Putuskan apa yang diinginkan, tulis rencana kegiatan, laksanakan secara berkesinambungan, maka engkau pun jadi penghulu harapan.

Categories

Followers

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *