Oleh: Dianifa Zikra Amelia
Saya adalah salah
satu dari sekian banyak murid di Sekolah Dasar Islam Terpadu {SDIT} Baitussalam
2 Cangkringan kabupaten Sleman.
Sekolahku termasuk
sekolah swasta. Saya duduk di bangku kelas V. Kelasku terdiri dari 18 murid, 5
putra dan 13 putri.
Di sekolah inilah saya dan teman-teman menuntut ilmu agar dapat meraih cita-cita.
Di sekolah inilah saya dan teman-teman menuntut ilmu agar dapat meraih cita-cita.
Di sekolah ini
pula ustadz dan ustadzah mendidik kami agar mampu bersaing dengan
sekolah-sekolah lain.
Walau sekolah kami hanya sederhana, tetapi kami tetap belajar dengan tekun supaya dapat mengharumkan nama baik sekolah.
Kami pun selalu berdoa agar sekolah kami mampu berkompetisi.
Walau sekolah kami hanya sederhana, tetapi kami tetap belajar dengan tekun supaya dapat mengharumkan nama baik sekolah.
Kami pun selalu berdoa agar sekolah kami mampu berkompetisi.
Sekolah kami dekat dengan Gunung Merapi. Gunung teraktif di dunia ini pada tahun 2010 lalu meletus sangat dahsyat.
Teman-teman kami pun banyak yang kehilangan rumah, barang–barang berharga, dan buku-buku.
Teman kami ada
yang meninggal dunia. Kami sangat berduka. Teman kami ada yang pindah sekolah.
Mereka takut sebab sekolah kami memang sangat dekat dengan lokasi yang terkena
awan panas.
Walaupun demikian,
semangat dan tekad kami tidak boleh berkurang. Kami harus tetap semangat.
Kami bertekad untuk tetap selalu belajar, belajar, dan belajar. Karena itulah kami harus bersatu padu dan mengembangkan persahabatan.
Kami bertekad untuk tetap selalu belajar, belajar, dan belajar. Karena itulah kami harus bersatu padu dan mengembangkan persahabatan.
Di sekolah,
kami bisa berkenalan dengan banyak teman. Kami menjadi akrab seperti saudara
sendiri karena bertemu setiap hari.
Kami juga akrab dengan adik-adik kelas dan para ustadz–ustadzah. Sekolah kami berada di tengah–tengah pemukiman warga masyarakat.
Kami juga akrab dengan adik-adik kelas dan para ustadz–ustadzah. Sekolah kami berada di tengah–tengah pemukiman warga masyarakat.
Oleh karena itu,
setiap kali ada acara di sekolah, kami selalu mengundang mereka. Kami sangat
akrab, bahkan kami bersahabat erat dengan anak–anak mereka.
Hanya saja setelah
Merapi meletus, kami harus mengungsi ke sekolah lain. Aku dan sebagian
teman-temanku ikut belajar di sekolah Pondok Pesantren Baitussalam Prambanan.
Teman-teman kami
menyebar ke mana-mana. Ada yang bersekolah di SDIT-SDIT dan ada juga yang di
SD-SD Negeri.
Alhamdulillah,
kami yang mengungsi bisa berteman baik dengan murid-murid SD tempat kami
mengungsi. Kami bisa saling menghargai.
Pada jam-jam
istirahat kami selalu bermain bersama. Kami punya prinsip, kita ini adalah
orang muslim.
Dalam Al-Quran
dijelaskan bahwa, semua muslim itu adalah bersaudara, maka kita harus saling
membantu dan menghargai satu sama lain.
Bahkan, kita juga
harus bersaudara dengan semua orang walaupun mereka berbeda keyakinan dengan
kita.
Saat di SDIT
Baitussalam Prambanan, kami bersekolah di masjid. Alhamdulillah, kami tetap
dapat belajar dengan tenang. Di sana kami dapat berbaur dengan murid-murid dan
ustadz-ustadzah sekolah setempat.
Kami diperbolehkan
memakai fasilitas yang ada. Kami dapat memakai fasilitas kantin, perpustakaan,
koperasi dan lain sebagainya.
Kami ucapkan terimakasih kepada mereka semua yang telah menerima kami dengan senang hati.
Kami ucapkan terimakasih kepada mereka semua yang telah menerima kami dengan senang hati.
Memang saat Merapi
meletus kami sangat ketakutan. Kami melihat awan dan gumpalan–gumpalan awan
panas dari arah utara. Tepatnya di puncak gunung Merapi.
Di antara kami pun
ada yang menangis karena takut rumahnya di Cangkringan terkena awan panas.
Sekolah kami di Cangkringan hanya berjarak 12 km dari puncak Merapi, bahkan teman kami banyak yang rumahnya di bawah radius 10 km.
Sekolah kami di Cangkringan hanya berjarak 12 km dari puncak Merapi, bahkan teman kami banyak yang rumahnya di bawah radius 10 km.
Teman-teman kami
ada yang rumahnya di Kaliadem dan Kinahrejo. Jaraknya hanya 4 km dari puncak
Merapi. Sekarang ini rumah-rumah mereka sudah terkubur oleh lahar panas
Merapi.
Alhamdulillah
rumahku yang berada di radius 12 km dari puncak Merapi selamat. Hanya saja,
kampung di sebelah rumahku yang dekat dengan sungai Gendol sudah tiada karena
terkena awan panas dan lahar panas.
Sekarang ini yang
kami khawatirkan adalah banjir lahar dingin. Walaupun namanya lahar dingin,
tetapi air dan pasirnya panas sekali.
Lahar dingin dapat
membuat badan melepuh. Rumah pun dapat hanyut. Semoga saja rumah kami tidak
terkena banjir lahar dingin itu.
Oh ya, setelah
letusan gunung Merapi mereda, sekolah kami di Cangkringan dijadikan sebagai
barak pengungsian. Saya pun menjadi punya banyak teman.
Kami bertemu saat
mereka mengungsi di sekolah kami itu. Ada yang dikenalkan oleh teman satu
sekolah dan ada juga yang dikenalkan oleh teman satu kampung.
Saat kami bermain,
hati kami terasa sangat gembira. Kami bersyukur karena dapat dipertemukan
dengan banyak sahabat. Kami pun bersatu dalam suka dan duka.
Mereka yang
mengungsi di sekolah kami sebelumnya mengungsi di stadion Maguwoharjo kabupaten
Sleman.
Setelah gunung
Merapi aman, sebagian dari mereka ada yang pulang ke rumahnya, tetapi ada juga
yang masih harus masuk ke barak pengungsian karena rumahnya telah hancur.
Setelah pindah
dari SDIT Baitussalam Prambanan, kami kemudian bersekolah di gedung Pondok
Pesantren Kedung, Wukirsari, Cangkringan karena sekolah kami dipakai sebagai
tempat pengungsian.
Di sana kami juga
memiliki banyak teman, sehingga kami dan mereka tidak kesepian. Setelah kami
kembali dan bersekolah lagi di sekolah kami sendiri, kami pun bertemu dengan
sahabat–sahabat lama kami.
Kami bisa bermain
bersama-sama lagi. Kami bisa bermain dengan anak-anak TK dan BATITA.
Ya Allah, semoga tidak ada lagi bencana yang menimpa kami, sehingga kami bisa selalu bersama-sama dengan teman dan sahabat terbaik kami.
Semoga perjumpaan,
pertemanan, dan persahabatan kami ini menjadi abadi. Kami bisa bermain catur,
lompat tali, dan gobak sodor. Yang penting bagi kami adalah gembira.
Walaupun ada teman
kami yang agak nakal, tetapi kami tetap selalu rukun. Jika ada yang senang,
kami pun ikut senang.
Bila ada yang
sedih, kami juga ikut sedih. Itulah arti persahabatan yang sesungguhnya dan
insya Allah akan abadi.
Dianifa
Zikra Amelia
SDIT
Baitussalam 2 Cangkringan
Sleman,
DI Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan memberikan komentar di kolom ini. Atas masukan dan kritik konstruktifnya, saya ucapkan banyak terimakasih